Tsaqafah.id – Membunyikan petasan. Artinya, petasan tidak berbunyi kebetulan. Ia dibunyikan dan dinyalakan. Menyalakannya tentu bukan tiba-tiba tanpa alasan. Lazimnya, ia dibunyikan kalau ada perayaan. Hari raya, pernikahan dan moment-moment kebahagiaan. Sehingga, tidaklah petasan dibunyikan pada waktu sembarangan.
Dalam tradisi Nusantara ada bedug misalnya. Ia dibunyikan ketika waktu sholat tiba. Di waktu-waktu tertentu saja. Ada kentongan juga. Demikian halnya dengan petasan dalam tradisi kita. Ia dibunyikan ketika Ramadhan dan Hari Raya tiba. Ia adalah ‘dzikir’ dengan volume yang sedikit berbeda.
Petasan adalah ekspresi bahagia. Tidaklah ia dibeli dan dinyalakan kecuali pemiliknya sedang bahagia hatinya. Tidak terpaksa mengeluarkan uangnya. Minimal, ia bahagia dengan tibanya Hari Raya, meski tidak berpuasa. Bercanda. Sebab tidak ada orang yang tetap berpuasa di Hari Raya.
Berbahagia adalah sikap yang agama menganjurkannya. “Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka berbahagia. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (Qs. Yunus ayat 58). Demikian terjemah ayat Al-Qur’an menyebutkannya. Karunia yang dimaksud adalah agama Islam menurut sahabat Abdullah bin Abas dalam menafsirinya. Kita berbahagia dengan ketetapan Islam dan iman di jiwa ketika Hari Raya tiba.
Baca Juga
Sebuah kisah indah ditulis Habib Umar bin Hafidz dalam kitab maulid Adh-Dhiya’ul Lami karangannya ;
قَدْ بَشَّرَتْ ثُوَيْبَةٌ سَيِّدَهَا أَبَا لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَرْحَانَا
لَمْ يَنْسَ خَالِقُنَا لَهُ فَرْحَتَهُ بِالْمُصْطَفَى وَبِهَذَا الْحَدِيْثِ أَتَانَا
أَنَّ الْعَذَابَ مُخَفَّفٌ فِيْ كُلِّ إِثْنَيْنِ لِفَرْحَتِهِ بِمَنْ وَافَانَا
هَذَا مَعَ الْكُفْرِ فَكَيْفَ بِفَرْحَةٍ مِنْ ذِي فُؤَادِ إِمْتَلَا إِيْمَانًا
Dan ketika Tsuwaibah menyampaikan berita kepada tuannya (Abu Lahab) tentang kelahiran Muhammad SAW, sang keponakannya, maka Abu Lahab memerdekakannya sebagai tanda kegembiraannya.
Tidaklah Tuhan Yang Maha Pencipta lupa akan kegembiraan hati (Abu Lahab) dengan kelahiran Al-Musthofa (Muhammad SAW), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits (Riwayat Abbas bin Abdul Muthalib dalam Shahih Muslim)
Bahwa siksaan Abu Lahab diringankan pada setiap Seninnya, sebab kegembiraannya dengan kelahiran junjungan kami (Nabi Muhammad SAW).
Ini adalah anugerah Allah SWT terhadap kafir yang gembira dengan kelahiran Nabi SAW, maka bagaimana halnya dengan seorang yang penuh dengan keimanan hatinya?
Baca Juga Puasa sebagai Jalan untuk Mengenali Jati Diri
Petasan punya keidentikan dengan hari raya. Adanya petasan bisa jadi pertanda hari raya tiba. Orang-orang berbahagia. Petasan menambah euforia kebahagiaan di hari raya. Orang-orang yang awalnya tidak bahagia menjadi bahagia sebab melihat kebahagiaan orang di sekitarnya. Tentu ini tidak berlaku rata. Ada tidak sedikit orang yang tersiksa begitu bunyi petasan masuk gendang telinganya.
Yang jelas, tujuan orang beli petasan adalah untuk berbagi ke orang-orang sekitarnya. Tidak ada orang yang menyalakannya di tempat sepi, lalu sendirian mendengarkannya. Apalagi petasan bunga api dengan keindahan warna-warninya. Tujuan menyalakannya tak lain adalah agar orang lain turut menikmatinya.
Petasan juga telah turut menggelorakan kegiatan ekonomi di Indonesia terutama. Ada banyak orang yang menjadikan petasan sebagai penopang ekonomi keluarganya. Produsennya, distributornya, hingga penjualnya. Dengan membeli petasan, secara tidak langsung kita telah membantu meringankan biaya sekolah anak-anak mereka.
Baca Juga
- Mengenal Konsep Kepribadian Menurut Imam Al-Ghazali
- Islam Menyuruh Kita untuk Mengubah Insecure Menjadi Lebih Banyak Bersyukur
Terlepas dari perbedaan hukumnya menurut agama, menyalakan petasan adalah sah-sah saja. Dengan catatan, keselamatan diri sendiri dan orang lain yang menjadi prioritas utama. Lagi pula, bukan kapasitas volume yang membuat orang mau mendengar dan menikmati sebuah suara, melainkan kualitas isinya.
Lagi pula selanjutnya, masih banyak bentuk dan cara untuk berbagi dengan sesama. Mulai dari yang sifat manfaatnya seketika, hingga yang jangka panjang manfaatnya. Membuat lampu lentera yang indah misalnya. Bisa juga dengan memberi makan anak yatim dan orang-orang yang kekurangan biaya. Atau bisa juga dengan memberi mereka beasiswa. Mereka akan membawa cahaya di masa depannya.
Sebagai bangsa yang merdeka dengan kedewasaan pola berpikirnya, sudah selayaknya kita lakukan hal positif untuk kemajuan ke depannya. Pemerintah boleh saja melarangnya, jika masyarakat lalai dalam mempergunakannya.