Kabur Aja Dulu, Apakah Lunturnya Nasionalisme? Begini Kata Al-Qur’an

Kabur Aja Dulu, Apakah Lunturnya Nasionalisme? Begini Kata Al-Qur’an

26 Februari 2025
207 dilihat
3 menits, 9 detik

Merespon viralnya tagar Kabur Aja Dulu, sejumlah pejabat mempertanyakan rasa nasionalisme dan patriotik para pemuda saat ini. Respon demikian kian meramaikan media sosial. Berbagai macam komentar, pro dan kontra, memenuhi jagat media sosial. Lalu, apakah benar tagar Kabur Aja Dulu mengindikasikan lunturnya semangat nasionalisme?

Tsaqafah.id – Akhir-akhir ini, media sosial ramai dengan tagar Kabur Aja Dulu. Tagar ini sempat menjadi trending topik di media sosial X (Twitter) Indonesia. #KaburAjaDulu menjadi suara rintihan masyarakat Indonesia yang sudah muak akan kinerja pemerintahan yang disinyalir diawali pada era Jokowi dan berlanjut pada awal pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Masyarakat menganggap bahwa kebijakan pemerintah tak lagi sejalan dengan kepentingan masyarakat, bahkan dianggap sangat menyusahkan. Untuk itu, para pemuda yang mulai sadar akan gelapnya situasi ini berpendapat bahwa pergi ke luar negeri adalah solusi terbaik, baik untuk keperluan studi ataupun bekerja. 

Dr. Hempri Suyatna, seorang dosen Fisipol UGM berpendapat bahwa tagar Kabur Aja Dulu mencerminkan sikap kritis dan sindiran generasi muda terhadap situasi yang tengah terjadi di tanah air. Tagar ini juga menunjukkan adanya ekspresi kekecewaan, kemarahan, dan keputusasaan. 

Bagaimana tidak? Aksi demo, penyuaraan aspirasi pendapat, kritik dengan berbagai macam cara, tak satupun menyadarkan petinggi-petinggi pemerintahan untuk berbenah menjadi lebih baik. 

Merespon viralnya tagar Kabur Aja Dulu, sejumlah pejabat mempertanyakan rasa nasionalisme dan patriotik para pemuda saat ini. Respon demikian kian meramaikan media sosial. Berbagai macam komentar, pro dan kontra, memenuhi jagat media sosial. Lalu, apakah benar tagar Kabur Aja Dulu mengindikasikan lunturnya semangat nasionalisme?

Baca Juga: Apakah Agama atau Moral, Mana lebih Dulu?

Nasionalisme dimaknai sebagai suatu paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri. Nasionalisme merujuk pada rasa cinta pada bangsa dan negara sehingga menghasilkan perilaku bela negara, cinta tanah air, kerja keras membangun, membina, dan memelihara persatuan dan kesatuan, serta menciptakan perilaku rela berkorban harta benda, raga, dan jiwa demi bangsa. Artinya, jika seseorang memiliki rasa nasionalisme, maka ia mampu mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadinya.

Atas dasar fenomena #KaburAjaDulu dan isu nasionalisme, ribuan tahun yang lalu, Al-Qur’an sendiri telah menyiratkan maksud tersebut. 

وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at-Taubah: 122)

Jika kita tarik ke dalam konteks fenomena yang terjadi saat ini, ayat ini sangat relevan untuk kembali menyadarkan masyarakat (pejabat dan petinggi juga termasuk dalam kategori masyarakat) yang kiranya ‘sedikit berbelok’. Artinya, fenomena ini memang ada baiknya. Tapi, perlu digaris bawahi bahwa pro harus diimbangi dengan maksud dan itikad yang baik serta cara yang benar, sehingga tidak menyebabkan jurang kesenjangan yang begitu dalam.  

Ayat di atas secara tidak langsung mengandung seruan untuk pergi dalam rangka memperdalam ilmu agama, yang termasuk di dalamnya ilmu pengetahuan serta kembali ke kampung halaman demi menebarkan ilmu kepada penduduk negerinya.

Baca Juga: Gen Z, Perhatikan! Kebiasaan yang Bisa Menghalangi Suksesmu 

Jika kita maknai ayat di atas untuk fenomena yang sedang terjadi, tagar Kabur Aja Dulu dapat juga kita maknai sebagai seruan untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya di luar negeri tanpa lupa untuk mengabdi kembali pada negeri sendiri. Pemaknaan seperti ini turut memperkuat rasa nasionalisme yang diwujudkan dalam bentuk pengabdian (liyunziru qaumahum), sehingga kesenjangan antara pendapat pro dan kontra lebih dapat terkontrol. 

Hal ini turut menjawab pertanyaan di depan, apakah tagar Kabur Aja Dulu mengindikasikan lunturnya semangat nasionalisme? 

Jawabannya tidak, jika dibarengi dengan pemahaman, tindakan, dan cara yang baik dan benar. Baik belajar maupun bekerja di luar negeri tidak ada salahnya, apabila tidak selamanya kita mengembara bahkan ‘mengabdi’ di negeri orang. 

Ada saatnya kembali pada negeri dengan tujuan menebar benih kebaikan dan bekal-bekal keilmuan yang kita dapat di negeri orang demi perbaikan dan kemajuan tanah air (la’allahum yahzarun).

Baca Juga: Pendidikan sebagai Medan Jihad Gen Z  

Memang, ayat di atas berbicara mengenai medan perang yang tidak ada kaitannya dengan fenomena saat ini. Meskipun demikian, cukuplah ayat di atas sebagai pengingat manusia, karena Al-Qur’an adalah pedoman umat manusia yang mengandung ajaran universal.

 
Bahkan, para orientalis seperti Edward Gibbon, J.W. Goethe, dan Harry Gaylord Dorman pun mengakui Al-Qur’an sebagai kitab yang mengandung segala macam nilai kehidupan dunia maupun akhirat. Bukankah Al-Qur’an sholihun likulli zaman wa makan, tak lekang oleh waktu, dan makna serta nilai-nilai kandungannya selalu relevan dengan zaman?

Profil Penulis
Saila Fadhila Ulfa
Saila Fadhila Ulfa
Penulis Tsaqafah.id
Saila Fadhila Ulfa merupakan lulusan Magister Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini bekerja sebagai guru part time Bahasa Arab di Baitul Qur’an Al-Kamiliyyah Putri. Selain berminat pada kajian Bahasa Arab, Saila juga tertarik pada dunia sastra, literasi, dan dunia tulis-menulis.

1 Artikel

SELENGKAPNYA