Syariat Islam telah mengharamkan miras (khamr) sejak empat belas abad silam, dan hal ini berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia yang merupakan anugerah dari Allah yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Tsaqafah.id – Belakangan ini santri dari berbagai penjuru merasakan duka mendalam. Mendengar kabar dua santri dari Pondok Pesantren Al Fatimiyah Krapyak mengalami penganiayaan dan juga penusukan di Prawirotaman, Mergangsan, Kota Yogyakarta, DIY Rabu (23/10/2024).
Situasi bermula dari perkumpulan remaja yang mengonsumsi minuman keras di kafe sisi timur Jl. Parangtritis, Brontokusuman. Sekumpulan itu berjumlah 25 orang, ada yang datang menghampiri tempat jualan sate, lantas tiba-tiba menyerang Aufal dan Shafiq. Kronologi dimulai dengan lemparan botol-botol miras di jalan yang menyebabkan kedua santri luka-luka parah.
Sangat ironis mendengar kabar seperti ini, Oktober adalah bulan Hari Santri, namun jagad santri malah mendapat kabar buruk, ada santri yang dianiaya dan ditusuk perutnya oleh pemuda yang mabuk akibat minuman keras, atau dalam nomenklatur Islam disebut khamr (minuman keras).
Budaya minum minuman keras memang sudah ada sejak dahulu kala, bahkan sebelum Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Ketika itu penduduk Arab sangat gemar mengonsumsi minuman keras. Hingga sekarang pun pengkonsumsian miras ini masih terus merajalela.
Baca Juga Saat Kesibukan sebagai Pemimpin Umat Islam Tak Mengurangi Romantisme Nabi Muhammad SAW kepada Istri
Jamak diketahui, bahwa di Tanah Air ini banyak terjadi tindak pidana kriminalitas, yang sebagian besarnya dipicu oleh pengaruh minuman keras.
Minuman keras secara hukum maupun agama dianggap hal yang tidak baik menjadi sesuatu yang dianggap lumrah dan wajar untuk dilakukan oleh sebagian orang di zaman sekarang.
Gejala Global
Syariat Islam telah mengharamkan miras (khamr) sejak empat belas abad silam, dan hal ini berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia yang merupakan anugerah dari Allah yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Bila kita melihat fenomena masyarakat sekarang ini, mabuk-mabukan sedang menjadi tren yang sudah tidak asing lagi, baik di perkotaan maupun perdesaan.
Pada masyarakat perdesaan miras dikenal dengan tuak atau arak yang peminumnya bukan hanya masyarakat biasa akan tetapi remaja pun ikut terjerumus mengkonsumsi minuman keras.
Hal ini menjadi problem, karena banyaknya masyarakat yang belum menyadari bahwa mengkonsumsi miras pada dasarnya adalah minuman yang dilarang serta dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Baca Juga Pernikahan Dini Prespektif Maqashid Syariah
Menurut Abu Hanifah, yang dimaksud khamr adalah minuman dari perasan anggur yang dimasak sampai mendidih serta mengeluarkan buih. Sari dari buih inilah yang bisa memabukkan.
Sedangkan menurut kalangan Syafi’iyyah juga Jumhur Ulama, khamr adalah seluruh minuman yang mengandung unsur yang memabukkan bukan hanya yg terbuat dari perasan anggur.
Pendapat kedua yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i merujuk pada pemahaman sahabat Nabi Muhammad saw terhadap diharamkannya khamr sebagai minuman yang memabukkan.
Khamr dalam Al-Quran
Pemahaman ini bersumber pada penjelasan Nabi Muhammad saw bahwa “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram”.
Dalil haramnya miras banyak disinggung dalam Al-Quran, seperti dalam surat al-Nahl (16):67
وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
Artinya: “Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang mengerti.”
Ayat ini turun sebelum diharamkannya khamr, menjadi prolog bagi keharaman khamr, yang semula mereka anggap baik. Kemudian surat Al-Baqarah (2) : 219
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamr dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).”
Baca Juga Mencintai Anak dengan Tulus: Nasehat Gus Baha
Menurut Malik bin Nabi ayat ini hanya menunjukkan “keburukan” alkohol ke dalam kesadaran kaum Muslim. Lalu pembatasan konsumsi miras surat al-Nisa (4):43:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكارى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُباً إِلاَّ عابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضى أَوْ عَلى سَفَرٍ أَوْ جاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّساءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كانَ عَفُوًّا غَفُوراً
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian salat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kalian dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu saja, hingga kalian mandi. Dan jika kalian sakit atau sedang dalam musafir atau seseorang di antara kalian datang dari tempat buang air atau kalian telah menyentuh perempuan, kemudian kalian tidak mendapat air, maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang baik (suci); sapulah muka kalian dan tangan kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Ayat ini merupakan tahapan selanjutnya sebelum pemberian label haram pada khamr. Surah al-Maidah (5): 90-91
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Ayat di atas merupakan akhir dari tahap pengharaman khamr. Setelah ayat tersebut turun maka khamr menjadi haram.
Kesimpulannya, ada beberapa alasan yang mnegaskan bahwa minuman keras ini sangat di larang keras oleh agama.
Pertama, ditegaskan bahwa minuman keras mengandung dosa besar. Kedua, karena dosa besar mengandung pula siksa (I’qab) dan dosa (zanb). Ketiga, penegasan bahwa dosa khamr dan maisir lebih besar dari manfaatnya. Kempat, miras termasuk seburuk-buruk dosa dan bahaya yang mengancam kehidupan pribadi dan masyarakat. Karena itu Allah mengharamkan dan menegaskan beberapa kali dengan mengenai isyarat hal itu. Ditegaskan bahwa miras adalah keji, kotor termasuk merusak akal.
Dari minuman keras akan timbul rentetan perbuatan lain yang sejenis seperti judi, mengundi nasib, akibat selanjutnya akan timbul budaya palsu dan untungan-untungan yang merugikan, malas dan ingin cepat memperoleh sesuatu tanpa melalui proses yang normal.
Wallahualam …