Muhammad Al-Fayyadl: Seluruh Dunia sebagai Darul Dakwah bagi Umat Islam (3)

Muhammad Al-Fayyadl: Seluruh Dunia sebagai Darul Dakwah bagi Umat Islam (3)

24 Februari 2025
175 dilihat
5 menits, 26 detik

Maka dengan adanya konsep dari yang baru, kita bisa mencoba menyusun konsep tata dunia yang baru. Kami mendapat keterangan dari seorang teman katanya di dalam kitab Syekh Wahbah az-Zuhaili bahwa Imam Syafi’i pernah berkata; ad dunya darun wahidah, sebenarnya dunia ini adalah satu negeri. Jadi sebenarnya tidak ada istilah darul harb dan darul islam. Istilah ini entah sejak kapan muncul, kami juga belum mendapatkan keterangan. 

Tsaqafah.id – Terakhir, ada beberapa poin atau catatan sebagai sedikit kontribusi dari halaqah hari ini;

Fikih siyasah bagi tatanan dunia baru hari ini, yang sudah sangat komplek dan bisa dibilang multi aktor, itu membutuhkan pemikiran baru penilaian ulang mengenai masalah darul islam dan darul harb. Apakah dikotomi antara darul islam dan darul harb dalam artian negara islam, negara dimana umat muslim disitu berdiam. Sementara darul harb dimana disitu adalah negara yang dihuni oleh orang-orang kafir. Istilah kafir ini juga sudah dibahas dalam Munas, dan kami tidak perlu mengulasnya lagi. Kami hanya membahas secara geopolitik saja, istilah dar ini apakah masih relevan untuk dikotomikan antara darul islam dan darul harb?

Kalau melihat pada realitas, bahwa harb atau perang itu dalam fiqih siyasah ternyata bukanlah tujuan tetapi wasilah. Kami mencoba mengutip sedikit agak teknis, mudah-mudahan ini menjadi wacana dalam halaqah. Apa definisi al-harb karena perang itu dari masa ke masa mengalami banyak pergeseran baik prakteknya ataupun maknanya. Apakah al-harb atau muharrabahalladhina yuharifun allahu warrasul” di dalam al-Qur’an itu persis sama seperti al-harb hari ini.

Di sini ada definisi yang kami kutip dari karya Dr. Suhail Husain, judulnya Diplomasiyatun Nabi Muhammad Saw, ‘kitalul mushallah baina daulataini yuhdhafu ila tahfidi adabin siya siya au kounauni au syarkiyah au syariyah’. Jadi ada istilah kitalul musala, perang yang dipersenjatai dari kedua belah pihak atau kedua negara. Ini al-harb atau perang dalam definisi tatanan dunia abad 2021. Adapun al-harb yang kita temukan di dalam nash-nash dan mungkin juga dipakai ke dalam keterangan para fuqaha itu pengertiannya ternyata ada beberapa; pertama, al-huruj at thoatita yaitu orang yang membangkang itu sudah dianggap berperang. Jadi tidak dalam arti kitalul mushalah, perang yang dipersenjatai.

Baca Juga: Muhammad Al-Fayyadl : Seluruh Dunia sebagai Darul Dakwah bagi Umat Islam (2)

Kemudian ada yang bermakna al-qa’id atau tipu daya sebagaimana di dalam kisah Masjid Dhirar itu, auqod duna lil harbi auqod dallah, al-harb disitu bermakna al-gaib atau rekayasa atau tipu daya atau konspirasi. Nah ini sangat cocok sebenarnya dengan era virtual sekarang. Jadi sekarang ini bukan cuma peradaban politik tapi peradaban digital, bagaimana spionaze, hacking, atau apa rekayasa-rekayasa. Sekarang ada istilah teror, dll  sangat dominan hari ini. Yang ketiga, dalam pengertian al-aida lillahi warosuli / permusuhan yang terus terang kepada Allah dan Rasul-Nya. 

Ada catatan bahwa tujuan perang sebenarnya bukan menghabisi atau membunuh tapi untuk memecah belah perhatian musuh. Pendapat lagi dalam kitab ini fainqataluhum faktuluhum kadalika jaza ul kafirin. Disini al-jaza bermakna liqob, di sini perang itu sebenarnya laisa difaan annidin, bukan pembela agama tapi adalah jaza’.  Istilah yang lain di dalam alquran disebut naqll, sebagai bentuk hukuman terhadap orang-orang yang berlaku sewenang-wenang dan berbuat kerusakan. Semacam sanksi politik. Sehingga perang itu bukan usaha untuk membela agama, namun iqob atau sanksi karena mereka telah keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Melihat situasi seperti itu kami cuma ingin beranekdot.

Jika kita melihat konstitusi-konstitusi negara hari ini di abad 21 ini rasanya tidak ada satupun yang memusuhi islam, artinya kriteria al ida lillahi warrasulihi itu sebagai kriteria yang paling berat karena berarti dia secara terang terangan menyatakan musuh terhadap islam sehingga layak dikenakan status darul harb, Itu mungkin sudah tidak ada hari ini. kami tidak tahu kalau israel, kami tidak menyelidiki konstitusi israel. Bagaimana israel. 

Kalau secara individu, yang tidak suka kepada islam yang terang terangan memusuhi islam mungkin masih ada, atau politisi-politisinya atau termasuk juga masyarakatnya. Namun kalau negara  itu sendiri yang terus terang menyatakan kami anti islam, anti muslim, itu tidak ada hari ini. Sehinggai satu alasan mungkin untuk mengurangi secara drastis penggunaan istilah darul harb, bahkan kalau perlu dihapus. 

Kami mencoba menelaah, karena di dalam situasi geopolitik saat ini sangatlah rumit. Perang antar negara sangat bisa terjadi kapanpun, bahkan disebutkan perang dunia ke-3 itu ada di depan mata katanya. Entah ini kerjaan intelijen atau ramalan-ramalan prediksi para politisi yang kurang bertanggung jawab atau apa. Saya kira itu yang berusaha kita cegah.

Baca Juga: Muhammad Al-Fayyadl : Seluruh Dunia sebagai Darul Dakwah bagi Umat Islam (1) 

Lalu usulannya apa? Kira-kira kalau dimungkinkan, mungkin kita perlu memahami tatanan dunia hari ini, ini penawaran dari kami Al faqir Allah, yaitu sebagai darul dakwah. Daarul dakwah ini dibagi menjadi 2; daarut taat dan darul ma’ashi wal fusuq ghodul mali. Jadi yang ada sekarang itu bukan kekafiran an sich, tapi ekspresi paling luar dari kekafiran itu apa almaasih wal fusuq wal dhul wal jaur. Sehingga dari konsepsi seperti ini yang ada sekarang mungkin semua negara hari ini adalah darul dakwah bagi kita umat islam. 

Saya tertarik dengan kisah seorang sahabat yang luar biasa termasuk minal aisyaroh al mubasyarah. Beliau adalah Abdurrahman bin Auf R.a. Dalam sejarah disebutkan beliau sangat kaya dan rumahnya besar. Pertama kali dalam sejarah, rumah beliau menjadi tempat kedatangan utusan-utusan Nabi Muhammad Saw bahkan tamu-tamu Nabi. Sehingga rumah beliau disebut juga dengan darut difan, bahkan juga disebut ad-darul kubro karena dari saking luasnya, entah seberapa besar di Madinah saat itu. Di rumah, beliau banyak menerima tamu-tamu, delegasi-delegasi dari berbagai negara yang rata rata non muslim atau musyrik. 

Jadi kami tertarik mungkin apa bisa darut difan ini dijadikan kontribusi untuk menyusun misalnya konsep negara suaka, karena kami melihat fakta geopolitik hari ini sangatlah rentan pada terjadinya pengusiran atas umat manusia. Sebagai contoh beberapa tahun lalu tragedi Rohingnya, dimana umat muslim yang berada di Bangladesh, India dan Pakistan terusir dari negaranya. Problem ini sampai sekarang belum bisa diatasi oleh konsep negara bangsa yang ada sekarang ini. Kenapa? Karena negara bangsa saat ini sangatlah eksklusif, untuk masuk ke sebuah teritori harus butuh paspor dan visa bagaimana dengan warga negara yang tidak punya paspor dan visa. Apakah akan dihukumi sebagai bughat atau apa, sangat sulit. 

Maka dengan adanya konsep dari yang baru, kita bisa mencoba menyusun konsep tata dunia yang baru. Kami mendapat keterangan dari seorang teman katanya di dalam kitab Syekh Wahbah az-Zuhaili bahwa Imam Syafi’i pernah berkata; ad dunya darun wahidah, sebenarnya dunia ini adalah satu negeri. Jadi sebenarnya tidak ada istilah darul harb dan darul islam. Istilah ini entah sejak kapan muncul, kami juga belum mendapatkan keterangan. 

Terakhir, kami ingin mengusulkan dalam halaqah ini bahwa tujuan-tujuan negara sebenarnya seperti kata Kiai Afifuddin Muhajir tadi itu bisa lebih ditingkatkan pada tataran global. Artinya bagaimana fiqih maqashid yang telah menjadi acuan kita di dalam bermuamalah hari ini bisa ditingkatkan ke dalam tataran global.

Baca Juga: Fenomena Sound Horeg dalam Kajian Fiqih 

Contoh; kami mengusulkan istilah hifdzul fidah atau menjaga lingkungan yang disini dimaknai hifdzul balad atau hifdzul waton sebagai salah satu maqashid syariah di dalam tatanan dunia baru. Karena, semua an nafs, ad din, al maal itu tidak akan berguna ketika sebuah negara di invasi. dan di koloni. Maka hifdzul balad, meski balad yang mayoritasnya kafir karena dia potensi menjadi darut dakwah maka sangat mungkin untuk dimasukkan ke dalam kriteria maqoshidul syariah.

Bahwa sebenarnya pesan pesan islam saudah cukup banyak menjawab problematika sampai hari ini, terbukti salah satu cuplikan surat baginda Nabi Saw kepada Hiroh atau Heraclius, disitu dalam salah satu potongan Nabi menulis, ‘aslim taslam’ masuklah engkau  islam maka selamanya engkau akan mendapatkan kedamaian. Namun ketika Heraclius menolak masuk islam Nabi juga tidak langsung memerangi. Ini menggambarkan sebenarnya masih banyak hal-hal yang bisa kita bicarakan. 

Profil Penulis
tsaqafriend
tsaqafriend
Penulis Tsaqafah.id

47 Artikel

SELENGKAPNYA