Tsaqafah.id – Putri Ong Tien muda sudah terbiasa menyaksikan keditaktoran kaisar Hong Gie yang juga merupakan ayahnya sendiri. Berbagai hukuman mati atau gantung yang diberikan kepada warga atau kakak perempuan yang tidak bisa memilih siapa jodohnya, karena jodoh ada di tangan kaisar adalah beberapa peristiwa yang ia saksikan dari dalam istana. Tentunya perjodohan yang disiapkan kaisar tidak hanya sebatas pernikahan dua insan, tetapi juga tanda terjalinnya hubungan diplomatis antar kerajaan.
Di lain tempat, seorang tabib keturunan Mesir-Jawa tengah menjadi sorotan warga Tiongkok. Berbeda dengan kebanyakan tabib Tiongkok yang menawarkan pengobatan herbal dengan memanfaatkan aneka tumbuhan, tabib ini justru mengajarkan para pasien tentang gerakan-gerakan shalat. Banyak yang merasa sehat setelah berobat kepada tabib tersebut.
Berita kesaktian tabib terdengar hingga istana. Kaisar ingin mengetahui betapa saktinya tabib ini. Diundanglah tabib ini ke istana. Dibuatnya cara untuk menguji kesaktiannya. Kedua putrinya yang akan menguji kesaktian tabib. Satu putrinya yang hamil akan pura-pura tidak hamil. Sementara Putri Ong Tien yang tidak hamil akan mengenakan bokor kuningan di perutnya sehingga terlihat seperti hamil.
Masyarakat mengenal tabib ini sebagai Jeng Maulana yang tak lain adalah Syarif Hidayatullah atau dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Salah satu dari 9 wali yang diceritakan oleh Ma Huan (pelayar dan pencatat sejarah dari Cina).
Para utusan kaisar datang dengan membawakan kuda kepada Jeng Maulana. Tetapi Jeng Maulana meminta para utusan itu untuk berangkat duluan. Di luar perkiraan para utusan, justru Jeng Maulana sudah sampai di istana terlebih dahulu.
Baca Juga: Kisah Ibu dari Orang-Orang yang Syahid di Medan Perang, Khansa binti Amru
Jeng Maulana masuk menghadap kaisar di istana. Kaisar benar-benar menjalankan rencananya untuk menguji kesaktiannya. Ia mencoba bertanya kepada tabib mana putri yang hamil mana yang tidak hamil. Jeng Maulana menunjuk putri Ong Tien adalah putri yang hamil. Tentu saja jawaban ini ditertawakan oleh kaisar karena jawaban tersebut salah.
Kaisar meremehkan kesaktiannya. Tetapi di luar dugaan. Kehamilan putrinya hilang, sementara Putri Ong Tien yang sebelumnya tidak hamil menjadi hamil. Kaisar murka, ia menuduh Jeng Maulana berbuat sesuatu yang memalukan kerajaan. Diusirnya Jeng Maulana dari istana.
Putri Ong Tien terus menangisi dirinya. Bagaimana bisa ia mengandung tanpa seorang suami. Kesedihan sang putri tentu membuat kaisar sedih pula. Putri Ong Tien menghadap kaisar untuk memohon izin pergi berlayar ke tanah Jawa menemui Syarif Hidayatullah. Dalam keadaan hamil, tentu kaisar menolak keinginan sang putri, tetapi ia juga tak kuasa membiarkan putri di istana hamil tanpa suami dan hilang keceriannya.
Akhirnya, kaisar mengizinkan Putri Ong Tien berlayar ke pulau Jawa, disiapkannya armada untuk mengantar putrinya tersebut, perjalanan yang berat akan memakan waktu berbulan-bulan. Putri Ong Tien pergi berlayar meninggalkan Tiongkok menuju Jawa.
Putri Ong Tien sampai di kesultanan Caruban (Cirebon), ia disambut oleh Nyi Ratu Pakungwati yang juga adalah isteri pertama Syarif Hidayatullah. Ketika itu, Syarif Hidayatullah tengah berada di Luragung, sebuah daerah di lereng Gunung Jati.
Nyi Ratu Pakungwati menawarkan Putri Ong Tien untuk istirahat, tetapi ia tetap ingin bertemu Syarif Hidayatullah terlebih dahulu. Akhirnya berangkatlahh rombongan ini menuju Luragung.
Baca Juga: Mengintip Santri Huffadh yang Kegandrung Drama Korea “Start-Up”
Setelah melakukan perjalanan, sampailah putri Ong Tien di sebuah tempat. Dua orang lelaki menyambut kedatangannya, satu mengenakan pakaian kerajaan dan satu lagi mengenakan jubah putih, yang kedua ini adalah Syarif Hidayatullah. Putri Ong Tien tak kuasa memandang wajah ulama tersebut.
Petugas istana menyampaikan maksud kedatangan mereka dari Tiongkok. Kaisar sebenarnya memberikan pilihan untuk kembali ke Tiongkok bersama Syarif Hidayatullah atau menjadi isteri Syarif Hidayatullah tetapi tetap tinggal di Jawa.
Syarif Hidayatullah memilih pilihan yang kedua. Dinikahilah Putri Ong Tien, selain itu putri juga mengucapkan dua kalimat syahadat untuk memeluk agama Islam.
Putri Ong Tien yang dalam keadaan hamil tersebut bertanya kepada Syarif Hidayatullah, apakah ia akan melahirkan anak dari Bokor Kuning? Syarif Hidayatullah tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba putri merasakan sakit di perutnya, ia melilit kesakitan, Syarif Hidayatullah membaca doa. Kemudian rasa sakit itu berhenti. Bokor kuning itu berubah kembali ke wujud aslinya.
Setelah menikah, Putri Ong Tien lebih sering ditinggal oleh Syarif Hidayatullah untuk berdakwah maupun menyelesaikan berbagai urusan sebagai penguasa kerajaan. Putri Ong Tien merasa kesepian. Apalagi ia ditakdirkan tidak memiliki keturunan. Ia menghabiskan waktunya untuk belajar agama Islam dan membuat berbagai kerajinan.
Pada tahun 1485 M, Putri Ong Tien menghembuskan nafasnya yang terakhir. Peristiwa tersebut sudah tentu membawa kesedihan bagi Syarif Hidayatullah. Jasadnya dimakamkan di Pertamanan Gunung Sembung yang kini disebut sebagai Komplek Pemakanan Sunan Gunung Jati.
*Sumber: Winny Gunarti. 2010. Putri Ong Tien: Kisah Perjalanan Putri China Menjadi Isteri Ulama Besar Tanah Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.