Tsaqafah.id- Indonesia adalah negara kepulauan dengan beragam suku, agama, budaya, dan etnis. Salah satu etnis yang mewarnai kemajemukan di Indonesia adalah etnis Arab, mereka hidup dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Kedatangan etnis arab, khususnya yang berasal dari Yaman Hadramaut bukan hanya sebagai pedagang tetapi juga sebagai pendakwah dan peneyebar agama Islam di Indonesia, salah satunya seperti Sayyid Alwi bin Abdullah Jamalullail.
Peran Sayyid Alwi Jamalullail di Mandar Sulawesi Barat
Sulawesi Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian Barat pulau Sulawesi. Provinsi ini memiliki sejarah yang Panjang dan kaya akan penyebaran agama Islam di wilayahnya. Agama Islam masuk ke Sulawesi Barat melalui beberapa jalur, salah satunya melalui jalur dakwah. Menurut beberapa catatan sejarah, agama Islam masuk di tanah Mandar secara resmi dinyatakan oleh raja Balanipa.
Raja Balanipa adalah raja yang memegang kekuasaan dari konfederasi 14 kerajaan pada masa pemerintahan raja ke IV, yaitu Kakanna I Pattang alias Daetta Tummuane pada tahun 1608 yang dibawa oleh penganjur agama Islam dari Kerajaan Gowa, yakni Abdurrahim Kamaluddin. Abdurrahim Kamaluddin adalah orang yang pertama kali tiba di daerah Biring Lembang, Kabupaten Polewali Mandar.
Abdurrahim Kamaluddin berhasil mengislamkan Mara’dia Pallis, yaitu Kanna I Cunnang atau Daetta Cunnang. Sejak raja Balanipa ke IV Kakanna I Pattang Daetta Tummuane diislamkan maka secara resmi ia memproklamirkan ke seluruh kerajaan di tanah Mandar bahwa Islam adalah agama resmi. Salah satu wilayah yang masuk ke dalam Kerajaan Balanipa adalah Desa Pambusuang.
Baca juga: Lebih Dekat dengan Syekh Hasan Hitou, Pengarang Kitab Fiqh Shiyam
Desa Pambusuang adalah salah satu tempat yang menjadi pusat penyebaran Islam di tanah Mandar. Kultur keulamaan di Pambusuang dimulai dengan kedatangan Sayyid Al-Aidid etnis Arab yang datang pertama kali dan bermukim di Pambusang di akhir abad ke-17. Di Mandar beliau menikah dengan putri Kerajaan Balanipa, yakni Putri Pappuangan Napo.
Dalam dakwahnya di Pambusuang beliau mendirikan sebuah langgar dan membuka pengajian pada tahun 1720. Dari tempat beliau mengaji ini kemudian banyak menurunkan ulama-ulama besar, seperti K.H. Alwi Annangguru Kayyang dan K.H. Sahabuddin Bukhari. Pada tahun 1880-an Pambusuang kembali kedatangan etnis Arab dari kalangan sayyid yakni, Sayyid Alwi bin Abdullah bin Sahl Jamalullail yang oleh orang Mandar digelari Puang Towa (orang yang dituakan) sebab umurnya yang mencapai 99 tahun.
Sejak dahulu Mandar dikenal dengan perahu sandeqnya (sejenis perahu kecil). Menurut sejarah suku Mandar adalah suku tertua dan suku paling ulung dalam menampilkan kesenian melaut. Semua nelayan Mandar bertebaran di luar pulau, termasuk Lombok, Sumbawa, Madura, Ngawi, hingga Kalimantan. Di samping melaut untuk mencari nafkah, mereka juga sering mengikuti pengajian spiritual di luar pulau Sulawesi.
Saat mengikuti pengajian di luar pulau Sulawesi, tepatnya di Sumbawa (NTB) salah satu pelaut Mandar tertarik dengan ajaran indah yang disampaikan oleh Sayyid Alwi Jamalullail. Oleh karena itu, pelaut mandar memohon kepada Sayyid Alwi untuk mengajarkan dan memperkenalkan Islam ke keluarga mereka dan masyarakat di tanah Mandar.
Baca juga: Kisah Karomah Syekh Abdul Qodir Jaelani Diludahi Nabi
Sayyid Alwi bin Abdullah bin Sahl Jamalullail lahir di Lasem Pati, Jawa Tengah tahun 1835 M. Ayahnya bernama Habib Abdullah Jamalullail dan ibunya bernama Raden Ayu Habibah, Pati Lasem Al-Munawwar. Pertama kali beliau menginjakkan kaki di tanah Mandar tepatnya berada di Manjopai. Dengan tujuan menyampaikan dakwah Islam yang ramah dan damai, kedatangan beliau disambut baik masyarakat setempat.
Di sana beliau menikah dengan Maniaya Ikanna Coraq (putri bangsawan Manjopai), selama dakwah di Manjopai. Pada tahun 1916 beliau juga diangkat menjadi imam ke-3 di Masjid Tanwirul menggantikan H. Muhammad Amin. Setelah di Manjopai Sayyid Alwi kemudian pergi ke Pambusuang. Di Pambusuang, Sayyid Alwi menikah dengan Rabi’ah Kanne Bawi.
Selain berdakwah dengan mengajarkan Islam yang Rahmatan lil Alamin, Sayyid Alwi Jamalullail juga mengajar ilmu-ilmu tarekat, khususnya tarekat ba’alawi yang di kemudian banyak melahirkan ulama besar seperti, K.H. Muhammad Thahir Imam Lapeo dan anaknya sayyid Muhammad Hasan bin Alwi Jamalullail yang dikenal dengan Puang Lero. Puang Lero dan Imam Lapeo adalah murid Sayyid Alwi, ulama besar tanah Mandar yang tidak terlupakan oleh sejarah.