Tsaqafah.id – Tarekat mempunyai peran yang cukup signifikan dalam mewarnai sejarah Peradaban Islam. John Obert Voll menyatakan ada tiga komunitas yang selalu terlibat dalam proses kontinuitas dan perubahan peradaban Islam, setelah runtuhnya kekuatan politik Islam, yakni ulama fiqih, para pedagang muslim, dan asosiasi sufi (tarekat).
Di Indonesia, banyak sekali tarekat yang berkembang dengan segala cabangnya, baik yang datang dari luar maupun tarekat lokal. Sebagaimana tarekat lokal Asy-Syahadatain Cirebon.
Biografi Singkat Habib Umar bin Ismail bin Yahya.
Meski keberadaan tarekat bagi sebagian orang mendapatkan pertentangan, namun secara keseluruhan hadirnya tarekat atau asosiasi sufi mendapat respon yang positif oleh umat muslim. Sehingga jumlahnya banyak dan dinamis sesuai kreatifitas mursyid (guru tarekat) dalam mengembangkannya.
Baca juga: Jejak Imam Bukhari: Dari Kehidupan Pribadi hingga Shahih Bukhari Kisah
Pada umumnya, tarekat eksis dan berkembang di Timur tengah. Akan tetapi, ada juga tarekat yang berkembang dan muncul di Indonesia seperti Tarekat Asy-Syahadatain. Meski tarekat ini belum tertuang dalam kelompok Jamaah Tarekat Muktabarah an-Nahdliyah (JATMAN).
Tarekat Asy-Syahadatain muncul sejak dikembangkan pertama kali oleh Habib Umar keturunan ke-37 dari Nabi Muhammad Saw. Habib Umar lahir di Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat pada 22 Juni 1888 M. Ayahnya adalah seorang pedagang dan pendakwah dari Hadramaut yang menyebarkan Islam ke Nusantara bernama Habib Ismail bin Yahya, sedangkan ibunya adalah Siti Suniah binti H. Sidiq asli Arjawinangun Cirebon. Orang tua Habib Umar datang ke Indonesia dan menetap di Cirebon sejak tahun 1860.
Sebelum berdakwah, Habib Umar mengenyam pendidikan dari ayahnya, kemudian belajar di Pondok Pesantren Ciwedus Kuningan pada tahun 1903. Dua tahun kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Bobos Palimanan, setelah dari Pesantren Bobos Habib umar belajar di Pesantren Buntet Cirebon, dan melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Majalengka selama lima tahun.
Tarekat Asy-Syahadatain Cirebon
Pada tahun 1937, setelah menyelesaikan pendidikannya, Habib Umar mulai membuka pengajian di kediamannya. Namun di awal-awal dakwahnya Habib Umar banyak mendapat tantangan, terutama dari pihak kolonial Belanda. Pihak kolonial merasa curiga dengan aktivitas pengajian Habib Umar yang dianggap membahayakan pihak kolonial. Maka atas tuduhan tersebut, pada tahun 1939 Habib Umar ditangkap.
Baca Juga: Kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha: Teladan Cinta Masa Kini
Namun, penangkapan tersebut justru membuat jamaahnya semakin meningkat. Maka untuk kedua kalinya pada 24 Agustus 1940 Habib Umar kembali ditangkap. Tetapi dibebaskan kembali, pada pemerintah Jepang sebagaimana pemerintahan kolonial, pihak Jepang juga melemparkan tuduhan kepada Habib Umar sehingga pada 18 Juli 1943 Jepang menangkap Habib Umar.
Setelah kemerdekaan pada tahun 1947, setelah mengalami berbagai rintangan akhirnya secara resmi Habib Umar bin Yahya menamakan pengajiannya dengan nama Tarekat Syahadat Shalawat atau Asy-Syahadatain.
Pada tahun 2001, Jamaah Asy-Syahadatain menjadi organisasi yang terdaftar pada Departemen Agama dengan nomor D.II/OT.01.01/1741/2001 tertanggal 8 Mei 2001. Sehingga dengan demikian Jamaah Asy-Syahadatain resmi dan legal terdaftar dan dilindungi undang-undang.
Tarekat Asy-Syahadatain berkiblat pada mazhab Imam Syafi’i atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik dalam ajaran maupun ritual keagamaannya.
Ajaran Umum Tarekat Asy-Syahadatain
Sebagaimana tarekat pada umumnya, tarekat yang diajarkan Habib Umar merupakan Ajaran tasawuf yang memiliki tujuan ma’rifat billah (eling Allah) dan menuju pada insan kamil dengan proses pembelajaran syahadat secara istiqomah, baik lisan, keyakinan, dan pelaksanaan. Tarekat yang diajarkan Habib Umar memiliki tujuan mendekatkan diri kepada Allah dan keselamatan dunia dan akhirat melalui dua suluk, yakni perkoro songo (perkara Sembilan) dan perkoro nenem (perkara enam).
Perkoro songo terdiri dari; 1). Taubat, 2). Qona’ah, 3). Zuhud, 4). Tawakal, 5). Muhafadzoh ‘alas sunnah (menjaga sunnah), 6). Ta’allamul ilmi, 7). Ikhlas, 8). Uzlah, 9). Hifdzul Auqot (memelihara waktu).
Adapun perkoro nenem adalah enam macam bentuk ibadah yang utama, yakni; 1). Sholat Dhuha, 2). Sholat Tahajud, 3). Sidik (berbuat benar, baik perkataan, keyakinan, dan perbuatan), 4). Membaca al-Qur’an, 5). Netepi hak, buang batal (menjalankan hak dan meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat), 6). Eling pangeran (selalu ingat Allah).
Baca Juga: Kenapa Kebanyakan Ulama Gemuk?