Duka Kopi
Warung ini sepi setelah
pemiliknya kau tinggal pergi.
Kopi ini sedih setelah bibir cangkirnya
tak pernah kau kecup lagi.
Bekas bibirmu masih tertinggal di sana
bersama ampas-ampas dari hatiku
yang lupa kau bawa serta.
Di meja yang biasa kubuat
untuk menghayal kata, tertulis
namamu dari tumpahan kopiku.
Kopiku berduka;
menyebut-nyebut namamu
pada malam panjang saat aku berdoa.
Pekerja
Kau tahu,
aku hanya seorang pekerja
yang setiap hari berkewajiban
menafkahimu dengan rindu
demi ganjaran temu.
Kau juga tahu,
jika aku tak bekerja
maka aku akan berdosa:
mendapat siksa jauhnya jarak
dan waktu yang lama.
Aku harap
rinduku cukup memenuhi
kebutuhan hatimu sehari-hari.
Hingga kau tak perlu lagi
mencari tambahan isi hati.
Biar aku bekerja dan cukup
rinduku saja yang kau punya.
Baca Juga: Sepilihan Puisi Chusnul C: Waktu dan Aku
Kacamata
1.
Orang hebat bukan orang yang hadir membawa cinta
tapi dialah yang bisa menambal luka.
Aku tahu,
jika ada putih dalam diriku
itulah hitam yang kau hapuskan.
2.
Kita hidup dalam keterbatasan.
Ketidakmengertian,
tak tahu tentang masa depan,
tak . . . . . . tahu mana kota mana hutan.
Kita tidak tersesat,
hanya tak tahu mana yang tepat.
Tapi di matamu ada pandangan.
Kutatap matamu, mencari celah
ke mana aku mesti melangkah.
3.
Matamu adalah anugerah dari Tuhan.
Bukan sebab kekuatan atau ikatan. Bukan.
Di sana ada senja yang kemerah-merahan.
Juga pagi yang hadir bersama mentari dengan pelan.
Sayangnya kau terburu-buru:
kau ganti kacamatamu.
4.
Boleh kubawa kacamata ini?
Apa gunanya untukmu?
Ia bisa membawaku kembali ke sebuah kota
yang sedikit dingin dan embunnya menghangati.
Ia bisa memperjelas pandanganku yang silau
oleh matahari yang semakin redup.
Atau paling tidak ia bisa membuatmu datang lagi.
Sebab aku tahu, sedikit pandanganmu tertinggal di sana.
Kesepian
Saya pernah bertemu dengan cinta yang sedang sendirian.
Tidak bersama rindu atau kasih sayang seperti biasanya.
Saya tanyakan padanya, “Mengapa engkau sendirian?
Di mana rindu dan kasih sayang?”
Cinta, yang dari awal menundukan muka, menjawab,
“Rindu terlalu menggebu mencari temu. Sedangkan kasih sayang inginnya selalu ditimang.”
Akhirnya saya putuskan menemani cinta.
Membantunya menciptakan kesepian.