Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah serta pendiri STAI An-Nawawi Purworejo, K.H. Achmad Chalwani Nawawi bercerita mengenai salah satu karomah Syekh Abdul Qodir Jaelani.
Begini cerita yang ditayangkan oleh channel Youtube NU Online tersebut:
“Syekh Abdul Qodir itu orang Arab lahir di Persia, Iran. Kampungnya namanya Jilan. Provinsinya Thus, satu daerah dengan Imam Ghozali. Pesantrennya di Baghdad. Setelah selesai di pesantren, beliau tidak pulang ke Iran, tetapi bermukim di Baghdad.
Pagi-pagi jam delapan ia duduk di rumah, ribuan manusia datang. Ada satu permintaan, ‘Yaa Abdal Qodir haddisinnas liyantafi’u bi ilmik (orang sebanyak ini ajarkanlah ilmumu. Supaya dapat kemanfaatan dari ilmumu).’
Syekh Abdul Qodir menjawab, ‘Saya belum berani mengajarkan ilmu-ilmu saya sebelum mendapat perintah langsung nabi.’ Pagi menjawab seperti itu, menjelang dhuhur, nabi datang. Bukan lewat mimpi tetapi datang langsung, syakhsia jasadiyah. Orang apabila mencapai maqam-nya bisa seperti itu.
Nabi memerintah seperti usulnya orang banyak tadi. ‘Yaa Abdal Qodir haddisinnas liyantafi’u bi ilmik (orang sebanyak ini ajarkanlah ilmumu. Supaya dapat kemanfaatan dari ilmumu).’
Nabi memerintah seperti itu, Syekh Abdul Qodir mengatakan, ‘Ya Rasul kaifa ukhadisu fusshokha al baghdada faiinni rajulun a’jamiyun (Rasul, bagaimana saya mengajari orang-orang Baghdad, mereka alim-alim dan fasih sementara saya orang asing).’
Rasul berkata, ‘Ya Abdal Qodir, iftakh faka! (Abdul Qodir bukalah mulutmu!)’
Ia membuka mulutnya dan diludahi nabi tujuh kali.
Baca juga: Kisah Umar bin Khattab dan Perempuan Pedagang Susu
Setelah itu nabi pergi dan waktu masuk dhuhur. Setelah sholat dhuhur, ribuan orang datang. ‘Ya Abdal Qodir, segeralah kamu ajari ilmu pada sekian orang banyak!’
Syekh Abdul Qodir sudah duduk hendak mengajarkan ilmunya, tetapi lidahnya terkunci. Sulit untuk bicara. Duduk terus. Tiba-tiba ada orang datang belakangan, seorang laki-laki sendirian. Dipandang terus siapa itu yang datang belakangan? Ternyata itu Sayyidina Ali yang datang.
Sayyidina Ali memerintahnya seperti perintah nabi,‘Yaa Abdal Qodir haddisinnas liyantafi’u bi ilmik (orang sebanyak ini ajarkanlah ilmumu. Supaya dapat kemanfaatan dari ilmumu).’
Syekh Abdul Qodir berkata, ‘Ya Sayyidi Ali, fami mughollaq (wahai Sayyidina Ali mulutku terkunci tidak bisa untuk bicara).’
Sayyidiina Ali berkata, ‘Iftakh faka! (Buka mulutmu!)’
Beliau membuka mulut lalu diludahi Sayyidina Ali enam kali.
Syekh Abdul Qodir bertanya, ‘Sayyidina Ali kok meludahinya tidak seperti nabi? Nabi meludahi tujuh kali, sampeyan kok enam kali?’
Sayyidina Ali berkata, ‘Ya Abdal Qodir adaban ma’a Rasulillah sa . Abdul Qodir, saya menjaga tata krama dengan nabi. Nabi meludahi tujuh kali masak saya meludahi tujuh kali? Orang yang salah paham nanti mengira saya menyamai nabi. Saya khawatir ada anggapan seperti itu. Makanya saya meludahi enam kali.’
Ini adalah etika. Oleh karena itu para santri, para murid jangan punya niat menyamai guru. Walaupun praktiknya sama, jangan niat menyamai, niatlah mencontoh! Nanti barokahnya hilang.
Dalam manaqib dijelaskan:
وَيَصْدُرُ عَنْ صَدْرِهِ عُلُوْمٌ اِلَهِيَةٌ وَحِكْمَهٌ رَبَانِيَةٌ
Setelah Sayyidina Ali pergi Syekh Abdul Qodir mengajar dengan lancar. Ribuan ilmu keluar dari hatinya. Orang yng dtang mengular hingga tujuh kilometer atau lebih dari puluhan ribu pada saat itu. Orang yang duduk di paling belakang bisa mendengarkan langsung suara Syekh Abdur Qodir sama kerasnya seperti yang duduk di depan padahal belum ada pengeras suara.
Dalam manaqib dijelaskan:
وَلَمْ يَكُنْ هُنَاكَ مكَبِّرٌ صَوْتٍ
‘Di sana belum ada pengeras suara.’
Itu lah karomah Syekh Abdul Qodir Jailani.”
Baca juga: Kisah Pertemuan Dua Wali Allah