How to Become More Financially Literate for Younger Generations?

How to Become More Financially Literate for Younger Generations?

16 Oktober 2024
45 dilihat
2 menits, 39 detik

Kehidupan dan paparan media sosial menempatkan self-reward dan healing menjadi bagian penting bagi Gen Z. Hal ini perlu diimbangi dengan literasi keuangan digital yang baik. Sayangnya Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan Gen Z termasuk rendah.

Tsaqafah.id – Jika kamu baru memulai memasuki dunia kerja, kamu pasti bertanya-tanya kenapa susah banget nabung ya. Boro-boro mau investasi, buat biaya hidup aja sering boncos.

Anyway, Dari data BPS (2023) struktur demografi indonesia saat ini didominasi oleh Gen Z yaitu sebesar 74,93 juta jiwa. sedang, posisi kedua adalah milenial dengan jumlah 69,38 juta jiwa. Saat ini, milenial dan Gen Z adalah tenaga produktif yang mendominasi pasar tenaga kerja di Indonesia.

Gen Z dan milenial sama-sama dibesarkan di era digital nih, namun dalam perilaku dan budaya kerja memiliki beberapa perbedaan. Jika milenial menginginkan work-life balances, Gen Z lebih mementingkan flexibility dan kebebasan.

Karena perbedaan orientasi itulah, angkatan kerja baru Gen Z banyak terjun sebagai gig workers, terlebih sejak tahun 2015 di mana merupakan tahun bermunculannya banyak start up-start up di Indonesia.

Bekerja di sektor gig memang menawarkan flexibilities, namun di baliknya juga disertai ketidakpastian, seperti jaminan kerja dan perlindungan yang minim, ini berbeda dengan sektor formal yang menawarkan jaminan seperti BPJS Ketenagakerjaan, gaji bulanan yang teratur, dll.

Baca juga Perubahan Iklim: Mengapa Negara Muslim Cenderung Diam?

Gen Z yang memasuki dunia kerja di masa pandemi itu dihadapkan pada ketakutan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Survey McKinsey menyebut pekerja Gen Z memiliki lebih dari satu pekerjaan demi mengatasi kecemasan akan masa depan mereka yang penuh ketidakpastian.

Sayangnya, meski memiliki lebih dari satu pekerjaan (side-hustle), keuangan Gen Z sering mengalami banyak masalah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Gen Z adalah pengguna terbanyak untuk transaksi digital, termasuk dalam paylater dan pinjaman online.

OJK juga mencatat bahwa Gen Z dan milenial adalah yang paling rawan mengalami kredit macet. Di antara sebabnya adalah gaya hidup, di mana mereka cenderung lebih banyak menghabiskan uang untuk kesenangan, seperti mengambil hutang untuk kebutuhan konsumtif, beli tiket konser atau ikutan tren FoMO berburu boneka Labubu yang harganya setara UMR Jogja. Hiks.

Tapi, it’s actually my self-reward, masa ga boleh?

Kehidupan dan paparan media sosial menempatkan self-reward dan healing menjadi bagian penting bagi Gen Z. Hal ini perlu diimbangi dengan literasi keuangan digital yang baik. Sayangnya Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lagi-lagi tingkat literasi keuangan Gen Z termasuk rendah, yaitu 44,04% atau lebih rendah 3,94% dari generasi milenial.

Fenomena tentang rendahnya literasi keuangan Gen Z tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga hampir di seluruh dunia. Menurut David Delisle, seorang penulis keuangan dan pendiri The Awesome Stuff, alasan kenapa literasi keuangan Gen Z itu rendah adalah adalah fakta bahwa orangtua mereka berhenti membicarakan uang.

Gen Z tidak membicarakan uang karena orang tua mereka dan orang tua dari orang tua mereka tidak membicarakan uang. Oleh karena itu, setiap generasi kurang siap secara finansial dibandingkan generasi sebelumnya. “Dan yang memperburuk keadaan, kita melihat kenaikan biaya karena inflasi melampaui pendapatan dan anak-anak kita menderita,” kata Delisle dikutip dari Yahoo Finance.

Baca juga Hidup Dihantui Anxiety, What’s Wrong With Me?

Padahal, jika belajar dari sejarah kita bisa mengamati bahwa menggunakan uang secara bijak adalah jalan agar kita bisa menuju financial freedom di masa depan, lebih selektif dalam membelanjakan uang, dan mulai belajar berinvestasi.

Seperti Abul Fadl Dimasyqi yang hidup di era kesultanan Umayyah, ia adalah pedagang besar yang sangat berhati-hati dalam mengelola keuangannya. al-Dimasqi bahkan menulis kitab “Al-Isyarah ila Mahasin Al-Tijarah”, kitab perdagangan yang juga membahas bagaimana mengelola keuangan beserta pengaruh kekuasaan terhadap fluktuasi ekonomi dan perdagangan.

That’s why, financial literacy become more important in digital ages, karena tanpa pondasi literasi keuangan yang baik, setiap orang akan membuat keputusan yang buruk dalam setiap pilihan tindakan keuangannya.

Profil Penulis
Umi Nurchayati
Umi Nurchayati
Penulis Tsaqafah.id

36 Artikel

SELENGKAPNYA