Ketika Skripsi Jadi Ladang Sabar: Ibrah dari Para Nabi

Ketika Skripsi Jadi Ladang Sabar: Ibrah dari Para Nabi

22 Mei 2025
49 dilihat
2 menits, 58 detik

Proses menyelesaikan skripsi sejatinya paralel dengan proses kesabaran yang juga diceritakan dalam kisah para nabi, khususnya yang tertuang dalam Surah Al-Anbiya’. Dalam surah tersebut, Allah mengisahkan sejumlah nabi yang diuji dengan cobaan berat. Surah Al-Anbiya menyimpan rangkaian kisah yang merekam kesabaran para nabi dalam menghadapi ujian hidup.

Tsaqafah.id – Bagi mahasiswa akhir, skripsi bukan sekadar tugas akademik yang menguji intelektualitas, tetapi juga ketahanan mental dan spiritual. Ia adalah ruang ujian yang mengaduk-aduk emosi, memeras pikiran, dan menuntut daya tahan yang tidak main-main. Tidak sedikit yang mengira, sidang skripsi adalah garis finish, yang berarti selesai segalanya. Padahal, proses sebenarnya justru baru dimulai setelah itu, dengan catata revisi yang berulang, stagnasi dalam menulis kembali, serta tekanan dari pihak terdekat sekalipun untuk segera lulus dalam waktu yang terbatas. Dalam situasi ini, mahasiswa tingkat akhir tidak hanya dituntut mampu menulis dan berpikir kritis, tetapi juga harus belajar bersabar dan bertahan.

Di tengah proses yang agak rumit itu, tak sedikit yang mendapati dirinya menatap kosong ke arah laptop, membuka file skripsi yang bahkan sempat dinamai secara spiritual: “Allahumma Lancar Mudah Revisi Skripsi.” Namun kenyataannya, file itu hanya terdiam bersama ragam pertanyaan dalam kepala: “Kenapa masih dikasih catatan revisi?” “Kenapa belum juga sesuai?” hingga yang lebih skeptis: “Masih sanggup buat lanjut nggak, ya?”

Ujian Bukan Tanda Allah Membenci

Situasi ini, jika direnungkan secara lebih dalam, menyimpan nilai spiritual yang kerap luput disadari. Proses menyelesaikan skripsi sejatinya paralel dengan proses kesabaran yang juga diceritakan dalam kisah para nabi, khususnya yang tertuang dalam Surah Al-Anbiya’. Dalam surah tersebut, Allah mengisahkan sejumlah nabi yang diuji dengan cobaan berat. Surah Al-Anbiya menyimpan rangkaian kisah yang merekam kesabaran para nabi dalam menghadapi ujian hidup. Nabi Ayyub diuji dengan penyakit yang berat dan melelahkan. Dalam kesepiannya, Nabi Zakariya terus berdoa memohon keturunan. Nabi Ibrahim menghadapi ujian dilempar ke dalam kobaran api. Sementara itu, Nabi Yunus mengalami kesunyian dan kegelapan di dalam perut ikan. Adapun Nabi Nuh harus berhadapan dengan banjir besar dan penolakan dari kaumnya, bahkan keluarganya sendiri. Tapi tak satu pun dari mereka menyerah. Mereka tetap memanjatkan doa, tetap yakin, dan tetap percaya bahwa pertolongan Tuhan itu nyata.

Baca Juga: Merajut Mimpi Perempuan di Langit yang Setara

Refleksi dari kisah-kisah ini mengajarkan bahwa ujian bukanlah indikator bahwa seseorang ditinggalkan oleh Tuhan. Justru dalam banyak kasus, ujian adalah cara Tuhan mendewasakan dan memperkuat hambaNya. Para nabi tidak luput dari cobaan; mereka bukan manusia tanpa beban. Namun bedanya, mereka memilih untuk bertahan. Dalam konteks mahasiswa tingkat akhir, skripsi pun bisa dilihat sebagai medan ujian yang serupa. Bukan hanya untuk menyelesaikan kewajiban akademik, melainkan untuk membentuk daya tahan, kedewasaan, serta keikhlasan dalam proses belajar yang panjang.

Refleksi yang Perlu Diresapi

Selain itu, ada pelajaran penting lainnya sebagai bentuk refleksi; bahwa kebaikan dan kesalehan tidak menjamin seseorang terbebas dari ujian. Para nabi adalah teladan dalam hal moral dan spiritual, namun tetap diuji. Ini mengoreksi pandangan bahwa kesulitan adalah bentuk hukuman. Dalam logika ilahiah, kesulitan justru bisa menjadi bukti bahwa seseorang sedang diproses menjadi lebih baik. Oleh karena itu, mahasiswa yang merasa berat dalam menyelesaikan skripsi sebaiknya tidak langsung menyimpulkan bahwa dirinya gagal. Bisa jadi, ia sedang dilatih untuk naik kelas dalam kehidupan.

Baca Juga: Menjadi Muslim Tenanan

Terakhir, penting disadari bahwa kesabaran bukan berarti pasif. Doa-doa para nabi selalu disertai dengan usaha dan kepercayaan penuh pada pertolongan Allah. Dalam konteks akademik, kesabaran seharusnya diwujudkan dalam bentuk konsistensi menulis, keberanian menerima kritik, dan kesiapan memperbaiki kesalahan. Doa menjadi energi batin yang menstabilkan, sementara ikhtiar menjadi manifestasi kesungguhan dalam menghadapi realitas.

Menulis skripsi adalah perjalanan panjang yang tidak hanya menghasilkan karya ilmiah, tetapi juga mencerminkan proses pertumbuhan pribadi. Dalam proses itu, kita belajar banyak hal: tentang sabar, tentang menghadapi penolakan, tentang kejujuran intelektual, dan terutama tentang bertahan meski tidak ada jaminan hasil yang cepat. Seperti halnya para nabi yang diuji dalam Surah Al-Anbiya’, kita pun diminta untuk terus berjalan, karena hasil bukan soal seberapa cepat selesai, tetapi seberapa kuat kita mampu bertahan dalam prosesnya.

*Tulisan ini saya dedikasikan untuk dosen pembimbing dan penguji skripsi saya, matur suwun sanget bapak atas pembelajaran yang diberikan selama perjalanan skripsi. Semuanya sangat bernilai dan berharga bagi saya. Semoga banyak kebaikan dan keberkahan yang melimpah. Aamiinn.

Profil Penulis
Diandra Rizky Rosayanto
Diandra Rizky Rosayanto
Penulis Tsaqafah.id

6 Artikel

SELENGKAPNYA