Tsaqafah.id – Suatu ketika Hazim bin Walid jatuh sakit, kemudian beliau dibawa ke seorang dokter untuk diperiksa menderita penyakit apa. Dokter tersebut memeriksa detak hantung Hazim bin Walid, setelah diperiksa dokter tersebut kebingungan. Dokter berisiatif kembali memeriksa kesehatan Hazim bin Walid, alhasil masih sama tetap nihil tidak ada hal yang diderita oleh Hazim bin Walid. Setelah diperiksa sampai tiga kali, si dokter berkata kepada orang-orang yang mengantarnya.
“Tidak ada penyakit yang diderita oleh Hazim bin Walid, tetapi coba kalian bertanya kepadanya karena seseorang akan lebih tahu tentang keadaan dirinya.” Setelah mendengar ucapan dari dokter, orang-orang yang mengantarkan Hazim bin Walid tambah kaget, dalam benak hatinya mengapa seorang dokter tidak bisa mendiagnosis penyakit yang dialami oleh Hazim bin Walid, padahal dia seorang dokter yang masyhur di kotanya. Daripada kebingunan dan gumam sendiri, orang-orang tadi langsung mengatakan pada Hazim bin Walid.
Baca Juga: Memaafkan Bukan Perkara Mudah, Begini Kiat dari Abi Quraish Shihab
“Sebenarnya penyakit apa yang Anda derita wahai Hazim bin Walid, sehingga dokter tidak bisa mengetahui penyakit yang diderita pada anda, dan kami disuruh untuk bertanya pada anda,” tanya orang-orang.
“Aku tidak menderita suatu penyakit dalam diriku, akan tetapi penyakitku adalah rasa takut pada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Pemberi. Begitu juga aku takut ketika nanti sudah menghadap pada Allah terus dilaporkan dan dihitung amal-amal yang selama ini aku perbuat di dunia ini dan aku takut kehilangan keimananku sehingga aku menjadi orang yang berhak menerima balasan siksa dari Allah karena hilangnya imanku pada Allah. Beruntung sekali pada orang-orang yang sudah meninggal dunia dengan membawa keimanan dan diberikan tempat kembalinya adalah surga, maka dari itu setiap hariku penuh penyakit takut karena Allah.”
Baca Juga: Menyambut Bahagia, Abu Lahab Dapat Diskon
Setelah mendengar ungkapan dari Hazim bin Walid, semua orang mulai sadar dan menanyakan pada dirinya apakah masih mempunyai keimanan pada Allah Sang Pemberi segala atau justru mereka lalai padaNya.
Dinukil dari kitab Usfuriyah dengan penyesuaian dan tambahan seperlunya.