Tsaqafah.id Dalam acara Shihab & Shihab yang berjudul ‘Dendam, Lampiaskan atau Maafkan’ Muhammad Quraish Shihab atau akrab disapa Abi Quraish menguraikan tentang apa yang dimaksudkan dengan dendam itu sendiri. Berikut penjelasan penulis Tafsir Al-Misbah ini;
Apa sih dendam itu? Kita akan bahas apa itu dendam. Dendam itu berbeda dengan marah. Marah itu hati bergejolak, hati tidak menerima. Tetapi kalau ketidak penerimaan itu disertai dengan sikap tidak menerima, tetapi jika sikap marah itu disertai dengan ingin menjatuhkan sanksi kepada objek yang dituju, itulah yang dinamakan dendam.
Dalam Bahasa Al-Qur’an, dendam itu dinamai اِنْتِقَام (Intiqom). Berbeda dengan khikib, itu yang di dalam hati belum tentu.. khikib itu benci, hanya dalam hati, belum tentu ada langkah, atau belum bermanifestasi menjadi tindakan. Kalau sudah bermanifestasi sebagai tindakan, di situlah dendam, iya toh? Atau ada dorongan untuk melakukan pembalasan.
Baca Juga: Meluruskan Makna Menuntut Ilmu Syar’i
Intiqom (dendam) itu lawannya nikmat, nikmat itu anugerah. Orang yang dendam ingin mengambil anugerah itu dari yang bersangkutan. “Jangan sampai dia punya nikmat” begitu keinginannya disertai dengan ingin menyiksa. Kalau hanya sekedar ingin “Sudahlah jangan ada nikmat sama dia” tetapi tidak ada unsur ingin menyiksa, itu bukan dendam namanya. Imbuh Abi Quraish.
Jadi, dendam itu ada dorongan di dalam hatinya untuk menyiksa. Karena menganggap yang bersangkutan telah melakukan sesuatu yang tidak wajar baginya, walaupun sebenarnya apa yang dinilainya tidak wajar itu belum tentu tidak wajar. Maka lahirlah dendam.
Ada yang berkata, Islam melarang dendam. Apa perbedaan antara siksaan yang dijatuhkan kepada yang bersalah dengan siksaan yang dijatuhkan oleh pendendam. Siksaan yang dijatuhkan pada yang bersalah akibat kesalahannya itu melalui proses yang adil. Sedangkan, siksaan yang dijatuhkan oleh pendendam biasanya perorangan, perkelompok dan biasanya melebihi keadilan. Islam membolehkan untuk membalas kejahatan dengan kejahatan. Boleh, tetapi melalui proses yang adil. Jangan berkata Islam tidak membolehkan pembalasan. Boleh pembalasan tapi jangan dorongannya dendam.
Baca Juga: Sampai Di Tahap Mana Kita Meneladani Akhlak Nabi Muhammad Saw?
“Jadi dorongannya untuk mencapai keadilan?” Tanya Najwa Shihab.
Untuk mencapai keadilan. Jangan berlebih dari apa yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Usahakanlah persis sama. Tambah Abi Quraish.
Dan itu lewat proses bukan didorong oleh tingkah personal atau pribadi? Tetapi lebih baik memaafkan?
Jauh lebih baik memaafkan, karena memang sebenarnya dendam itu tidak menghasilkan apa-apa.
Ada yang bilang jadi terpuaskan, karena melihat..
Menurut psikolog, kepuasan itu sementara. Sebenarnya kepuasan akan lebih langgeng kalau dimaafkan, karena begitu selesai melakukan dendam, selesailah persoalan, tetapi belum tentu itu terobati. Tetapi kalau dimaafkan itu terobati. Karena yang bersangkutan merasa bahwa dia telah melakukan sesuatu yang direstui oleh Tuhan. Sehingga, hatinya menjadi tenang. Itu sebabnya dikatakan. “Kalau Anda mempunyai musuh dengan seseorang, kalau Anda maafkan dia, dia akan beralih menjadi teman Anda.”
Baca Juga: Apa Bisa Menjadi Pemalas Tapi Produktif ?
Dengan dendam kita tidak wajar terpuji, karena kita mengambil hak kita. Apakah mau dipuji, Anda sudah ambil hak Anda. Tapi kalau Anda memaafkan, Anda tidak ambil hak Anda, bahkan Anda memberi. Jadi Anda yang terpuji.
Tapi berat kan Bi memaafkan?
Nah itu berat, tapi ada kiat untuk memaafkan. Kiat untuk memaafkan apa? Mari kita lihat.
Pertama, sadari dulu bahwa semua orang bisa salah. Anda bisa melakukan kesalahan lebih besar dari kesalahan itu.
Kedua, sadari bahwa bisa jadi ada faktor dari luar kemampuan manusia yang bersalah itu, sehingga ia terjerumus dalam kesalahan. Boleh jadi dia gundah, boleh jadi dia lagi jatuh miskin, boleh jadi dia ini, sehingga terjadi kesalahan.
Ketiga, yang lebih penting bahwa kesalahan yang dilakukan itu bisa jadi lebih besar dari itu, tetapi sebenarnya kesalahan itu akibat faktor luar (eksternal) tadi. Boleh jadi nafsu, boleh jadi setan. Kau begitu jangan jatuhkan sanksi pada orangnya.
“Jangan membenci orangnya, tapi bencilah keburukannya”
Apakah itu dipisahkan Bi? Kan keburukan itu dilakukan oleh individu.
Sangat bisa, tapi memang diperlukan perjuangan.
Baca Juga: Bismillah, Mumet Hilang!
Bisa jadi ada kesalahan yang tidak disengaja, bisa jadi kalau dia sengaja, itu dorongan nafsu. Bukan dorongan kemanusiaan yang murni. Kalau begitu benci nafsu jangan benci orangnya.
Kita membasmi penyakit, bukan membasmi orang sakit. Ini memang tingkat yang tinggi. Karena itu sebenarnya dendam tidak menyelesaikan masalah. Kalau mau menyelesaikan itu memaafkan. Itu sebabnya dalam agama, membenarkan membalas secara setimpal. Tetapi, dinyatakannya memberi maaf, atau paling tidak mengambil ganti rugi. Tapi kata Al-Qur’an; kamu bisa mengambil ganti rugi, tuntut bayaran dari dia. Tapi lebih baik lagi maafkan dia.
Jadi, tidak ada gunanya dendam. Menjadikan hati kita.., kita tidak bisa lihat orang itu. Lihat fotonya saja sudah tidak bisa kerja, ingat dia.
اِذْفَعْ بِلَّتِى هِيَ اَحْسَن
“Tolaklah (kejahatan) itu dengan cara yang lebih baik.”
Dan itu serta merta orang yang pernah tadinya musuh kamu, akan berbalik menjadi seakan-akan teman yang akrab. Paling tidak, kalau dia tidak menjadi teman akrab, dia tidak akan melakukan sesuatu yang buruk lagi terhadapmu.
Jangan dendam!