Tsaqafah.id – Al-Quran sebagai mukjizat terbesar diturunkan dengan susunan bahasa yang sangat tinggi nilai kesusastraannya, bahasa yang mampu mengungguli kesusastraan apapun.
Seorang Rasul yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya akan dibekali dengan mukjizat. Tujuannya adalah untuk melumpuhkan bantahan dari orang-orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya serta untuk membuktikan bahwa agama yang dibawanya semata-mata dari Allah untuk disampaikan kepada umat manusia.
Begitupun dengan Nabi Muhamad SAW yang diberi beberapa mukjizat oleh Allah. Dari sekian banyak mukjizat Nabi Muhammad, Al-Quran merupakan mukjizat terbesar dan paling agung.
Al-Quran sebagai mukjizat bukan hanya sebagai bahan bacaan saja, melainkan untuk menambah pengetahuan dan memperdalam keyakinan kita terhadap keagungan Allah, bukti-bukti kebesaranNya serta untuk membimbing manusia menuju jalan kebahagiaan dunia sampai akhirat.
Salah satu cara untuk memahami keagungan Allah adalah dengan memahami kemukjizatan Al-Quran dari segi bahasanya.
Para sejarawan telah sepakat bahwa Al-Quran diturunkan di Arab. Saat itu bangsa Arab berada dalam titik puncak kemajuan di bidang sastra yang belum ada di belahan dunia lain. Sehinga muncul lah syair-syair, puisi, yang memiliki susunan bahasa dan sastra yang tinggi, yang dapat diresapi oleh hati pendengarnya dan bisa diterima oleh akal pikiran mereka. Hasil karya syair paling indah akan ditempel di dinding ka’bah dan penyair nya akan disegani dan dihormati di kalangan mereka.
Baca Juga: Empat Konsep Pesantren Merawat Peradaban Islam
Al-Quran sebagai mukjizat terbesar diturunkan dengan susunan bahasa yang sangat tinggi nilai kesusastraannya, bahasa yang mampu mengungguli kesustraan apapun. Al-Quran bukan merupakan suatu kumpulan sajak, prosa maupun puisi. Al-Quran disusun dengan bahasa ilahiyah yang mengagumkan setiap orang yang membaca dan mendengarnya, bahasa yang terpadu secara harmonis dengan isi maknanya.
Seperti yang telah jelaskan oleh Allah dalam firmanNya QS. As-Syura ayat 7:
وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لِّتُنْذِرَ اُمَّ الْقُرٰى وَمَنْ حَوْلَهَا وَتُنْذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لَا رَيْبَ فِيْهِ ۗفَرِيْقٌ فِى الْجَنَّةِ وَفَرِيْقٌ فِى السَّعِيْرِ
Artinya: “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam.”
Dari ayat tersebut telah jelas bahwa Allah menurukan Al-Quran menggunkan bahasa Arab, karena Nabi Muhammad sendiri merupakan orang Arab, dan saat itu bahasa Arab merupakan bahasa dari penduduk dunia paling tinggi. Sehingga mereka terbiasa mendengarkan dan memahami susunan bahasa yang tinggi. Agar mereka membaca, memahami, dan memikirkan peringatan yang ada dalam kitab suci umat Islam tersebut.
Baca Juga: Gen Z dan Paradoks Ustaz Didikan Google
Meskipun demikian, bagi kebanyakan orang awam tentu kesulitan dalam menemukan keindahan bahasa yang ada dalam Al-Quran. Sehingga mereka cenderung tidak memberikan komentar tentang hal tersebut. Disini akan saya kutip beberapa pengakuan dari orang-orang yang mengerti nilai dan ukuran kesustraan Arab serta ketinggian kebahasaan Al-Quran.
Pertama, George Sale seorang orientalis, penulis, penerjemah Al-Quran dalam bahasa Inggris dengan jujur memberikan komentar, “Di seluruh dunia diakui, bahwa Al-Quran ditulis dalam bahasa Arab dengan gaya yang paling tinggi dan dengan bahasa yang paling murni, diakui sebagai mukjizat terbesar, lebih besar daripada membangkitkan orang mati (mukjizat Nabi Isa as), dan itu saja sudah cukup untuk meyakinkan dunia bahwa kitab itu berasal dari Tuhan.”
Kedua, Fathi Yakan seorang ulama dan tokoh pergerakan Islam dari Lebanon memberikan komentar, “Gaya bahasa Al-Quran bukanlah buatan manusia, Al-Quran yang mulia memiliki gaya bahasa yang istimewa dalam bahasanya, dalam kesusastraannya dan susunan kata-katanya serta metode-metodenya. Kesemuanya merupakan bukti yang meyakinkan, bahwa Al-Quran itu bukan kata-kata manusia.”
Ketiga, Prof. Dr. Muhammad Humaidullah memberi komentar, “Gaya dan budi bahasa Al-Quran adalah sangat bagus dan sesuai dengan kualitas ke-Tuhanan-Nya. Pembacanya meggerakkan jiwa siapa saja yang mendengarkannya, tanpa mengerti maknanya.”
Para ulama memandang segi kemukjizatan Al-Quran menjadi dua: pertama, terkait dengan apa yang ada pada Al-Quran itu sendiri. Kedua, kemukjizatan dengan cara memalingkan manusia untuk menandinginya. Tantangan Al-Quran dikemukakan kepada orang-orang yang ingkar, meragukan kemukjizatan Al-Quran yang menjadi bukti kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW. Seperti firman Allah dalam QS. Ath-Thur: 34 sebagai berikut:
فَلْيَأْتُوْا بِحَدِيْثٍ مِّثْلِهٖٓ اِنْ كَانُوْا صٰدِقِيْنَۗ
Artinya: “Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al-Qur’an) jika mereka orang-orang yang benar.”
Baca Juga: Potret Ekonomi Islam: Refleksi Pemikiran Karl Marx
Sebagai contoh usaha Musailamah al-Kadzab yang ingin menandingi Al-Quran, orang yang mengaku menjadi Nabi setelah Rasulullah wafat pada era kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq.
أَلَمْ تَرَ إِلَى رب ك كَيْفَ فَعَلَ بِالْحُبْلَى؟ أَخْرَجَ مِنْهَا نَسَمَةً تَسْعَى، مِنْ بَيْنِ صِفَاقٍ وَحَشَا
“Apakah kamu tidak tahu bagaimana Tuhan menjadikan orang hamil, mengeluarkan daripadanya bayi yang bisa bergerak antara ujung iga dan isi perut (jerohan)”.
الفيلُ مَا الفيل
وما أدْراكَ مَالفِيل
له دنب وَبِيل وخُرطُوم طَويل
وإنَّ ذلك مِن خَلق رَبنا لقَليل
“Gajah, apakah gajah itu? Tahukah kamu apakah gajah itu? Gajah adalah binatang yang ekornya kopat-kapit, dan belalainya panjang. Sesungguhnya yang demikian itu ciptaan Tuhan yang sedikit sekali.”
Kiranya pembaca dapat membandingkan tingkatan sastra tersebut dengan sastra yang ada pada Al-Quran. Tiruan yang dibuat oleh Musailamah al-Kadzab tersebut bahkan mendapat tantangan
dan cemoohan bagi bangsa Arab. Baik dari kalangan penyair atau bahkan dari kalangan awam sekalipun. Mengenai susunan bahasanya yang janggal dan maknanya yang dangkal. Karena itulah Allah menegaskan dalam firman-Nya dalam QS. al-Isra’ ayat 88 sebagai berikut :
قُل لَّئِنِ ٱجْتَمَعَتِ ٱلِْْنسُ وَ ٱلْجِ ن عَلَىَٰٰٓ أَن يَأْتُوا۟ بِمِثْلِ هََٰذَا ٱلْقُرْءَانِ لََ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.
Baca Juga: Berkenalan dengan Islam dan Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer
Al-Quran kini telah berusia 15 abad lebih. Utamanya bagi kita seorang Muslim, Al-Quran juga merupakan pedoman yang wajib kita imani dan kita jadikan pegangan dalam hidup ini. Karena Al-Quran merupakan satu-satunya kitab yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk mengkritik, meneliti, membuktikan kebenarannya. Namun hingga saat ini belum ada yang dapat menemukan sisi kelemahan Al-Quran. Karena Allah sendirilah yang menjaga dan memeliharanya.
Semoga kita senantiasa menjadi orang-orang beriman dan berpedoman teguh kepada Al-Quran dan sunnah, hingga menempuh jalan keselamatan di dunia sampai akhirat. Amiiin..
Wallahu

