Tsaqafah.id – Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tersimpan hikmah mendalam yang berdampak pada kehidupan manusia, baik dari sisi spiritual maupun sosial. Jika direnungkan lebih jauh, puasa erat kaitannya dengan konsep kesejahteraan sosial (welfare).
Dalam dunia pendidikan, kesejahteraan sosial sering dikaitkan dengan intervensi kolektif, tanggung jawab sosial, pemenuhan kebutuhan dasar, keadilan sosial, serta keseimbangan antara individu dan masyarakat. Namun, jauh sebelum konsep ini menjadi kajian akademik, Islam telah mengajarkan prinsip-prinsipnya melalui ibadah puasa.
Salah satu ulama besar, Syekh Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, menjelaskan dalam kitabnya Maqāṣid al-Ṣiyām, bahwa puasa memiliki tujuh faedah utama yang tidak hanya membentuk kesalehan individu tetapi juga menciptakan tatanan sosial yang lebih harmonis.
Raf’u al-Darajât (Meninggikan Derajat)
Dalam faedah yang pertama, Syekh Izzuddin berakar pada hadits Nabi Muhammad Saw.:
“Ketika Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (HR Imam Muslim).
Beliau menafsirkan tiga poin utama dalam hadits ini: (1) Dibukanya pintu surga sebagai dorongan untuk meningkatkan ketaatan. (2) Ditutupnya pintu neraka sebagai ajakan untuk mengurangi kemaksiatan. (3) Dibelenggunya setan-setan sebagai tanda bahwa kebaikan dan keburukan seseorang sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya sendiri.
Konsep peninggian derajat ini merujuk pada peningkatan kualitas diri seseorang melalui ketaatan dan amal kebajikan saat berpuasa. Dalam konteks sosial, individu yang memiliki nilai-nilai luhur akan lebih dihormati, dan masyarakat yang terdiri dari individu-individu saleh akan mengalami peningkatan kualitas kehidupan sosial. Sehingga penting melakukan kebajikan dalam setiap hal guna memperbanyak pahala dan meninggikan derajat atau status sosial.
Baca Juga: At-Tibru al-Masbuk fi Nasihah al-Muluk: The Ethics of Magnanimity Ulama dan Pemimpin
Takfîr al-Khathî’ât (Penghapus Kesalahan/Dosa)
Landasan faedah yang kedua adalah hadits Nabi Muhammad Saw.:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Faedah ini memberikan kabar gembira bahwa berpuasa di bulan Ramadhan dapat menghapus dosa-dosa terdahulu, asalkan dilakukan dengan îmânan (karena iman) dan ihtisâban (mengharap pahala). Jika faedah puasa ini diterapkan dalam kehidupan sosial, kita akan memiliki lingkungan yang lebih inklusif, di mana individu yang pernah berbuat salah akan dimaafkan, lalu diberi ruang untuk kembali ke jalur yang benar. Dengan begitu mereka dapat berkontribusi kembali dalam kehidupan sosial secara positif.
Kasr al-Syahawât (Memalingkan/Mengalahkan Syahwat)
Faedah ini merujuk pada hadits Nabi Muhammad Saw.:
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang mampu menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa adalah penekan syahwat.” (HR Imam Ahmad dan Imam Bukhari).
Syekh Izzuddin meyakini, melalui dasar hadits tersebut, bahwa puasa merupakan sarana pengendalian diri terhadap berbagai bentuk nafsu, termasuk syahwat. Oleh karena itu, puasa dapat ditinjau sebagai latihan spiritual yang berimbas pada penguatan karakter individu dan berkontribusi dalam menciptakan tatanan sosial yang lebih bermoral.
Taktsîr al-Shadaqât (Memperbanyak Sedekah)
Syekh Izzuddin menjelaskan bahwa rasa lapar ini mengingatkan kita pada mereka yang kurang beruntung, sehingga mendorong kita untuk bersedekah. Puasa mengajarkan empati melalui rasa lapar dan haus yang dirasakan. Seorang fakir mungkin tidak pernah bisa memilih apakah hari ini ia akan makan atau tidak. Sementara bagi kita, berpuasa adalah pilihan sadar. Dari sinilah puasa mengajarkan bahwa kesejahteraan sosial tidak dapat terwujud tanpa adanya kesadaran dan kepedulian terhadap sesama.
Baca Juga: Semua itu adalah Jarak
Taufîr al-Thâ’ât (Memperbanyak/Menyempurnakan Ketaatan)
Puasa mendidik manusia untuk kembali kepada Allah, memperbanyak ibadah, dan merenungi hakikat kehidupan. Syekh Izzuddin mengingatkan bahwa penderitaan ahli neraka adalah kelaparan dan kehausan. Dengan memahami sudut pandang ini, seharusnya manusia terdorong untuk meningkatkan ketaatannya.
Meningkatnya kesalehan individu akan berkontribusi secara tidak langsung pada keharmonisan sosial. Masyarakat yang lebih taat pada nilai-nilai agama dan selalu berorientasi pada kebajikan, cenderung memiliki tingkat kriminalitas yang lebih rendah, solidaritas sosial yang lebih bagus, serta sistem dukungan sosial yang lebih kuat.
Syukr ‘Âlim al-Khafiyyât (Bersyukur Mengetahui Kenikmatan Tersembunyi)
Puasa mengajarkan manusia untuk bersyukur atas nikmat yang sering diabaikan. Syekh Izzuddin menyatakan:
“Ketika berpuasa, manusia menyadari nikmat Allah berupa kenyang dan terpenuhinya rasa haus, sehingga mereka bersyukur. Sebab, nilai sebuah nikmat hanya diketahui ketika nikmat itu hilang.”
Syekh Izzuddin menjelaskan bahwa puasa mengajarkan manusia untuk mensyukuri nikmat-nikmat yang sering kali tidak disadari. Rasa lapar dan haus yang dialami selama berpuasa memberikan pengalaman empati terhadap masyarakat rentan yang hidup dalam kondisi serba kekurangan, sehingga mampu mendorong kesadaran akan pentingnya berbagi dan membantu sesama.
Baca Juga: Pentingnya Berwudu Sebelum Salat, dan Kaitannya dengan Puasa
Al-Inzijâr ‘an Khawâthir al-Ma’âshî wa al-Mukhâlafât (Mencegah Keinginan Bermaksiat dan Berlawanan)
Syekh Izzuddin menyatakan bahwa orang yang kenyang cenderung lebih mudah tergoda untuk bermaksiat. Namun, saat lapar dan haus, keinginannya sedikit untuk berbuat sesuatu yang negatif. Faedah puasa yang terakhir ini mengajarkan bahwa puasa secara langsung berfungsi sebagai rem yang mencegah seseorang dari melakukan pelanggaran moral dan hukum. Ketika individu mampu mengontrol dorongan-dorongan negatifnya, maka angka kejahatan, konflik sosial, dan perilaku menyimpang dalam masyarakat dapat diminimalisasi, sebab nilai-nilai kebaikan dan keadilan yang selalu dijunjung tinggi.
Dari tujuh faedah puasa menurut Syekh Izzuddin Abdissalam al-Sulami tersebut, kita dapat memahami bahwa puasa tidak hanya untuk menunaikan kewajiban syariat semata, melainkan lebih dari itu. Dengan puasa, kita belajar untuk mengendalikan diri, meningkatkan kepedulian sosial, menjaga kesehatan, serta mempererat hubungan kita dengan Allah dan sesama manusia, yang pada akhirnya berdampak besar dalam membangun kesejahteraan sosial.