Tips Agar Tidak Termasuk Golongan Orang Kedonyan

Tips Agar Tidak Termasuk Golongan Orang Kedonyan

08 April 2023
357 dilihat
2 menits, 43 detik

Tsaqafah.id“Hidup di dunia jangan kedonyan,” ujar Ustaz Aris saat ngaji di langgar dekat rumahku.

Setiap sore, pengajian kitab tauhid, Risalatul Mu’awanah diadakan untuk menunggu waktu berbuka puasa. Tidak terlalu lama, ngaji hanya berlangsung sekitar 30-45 menit dengan ritme santai. Ustaz Aris pun luwes saat berceramah, terkadang menggunakan guyonan ringan atau bercerita.

Makna ‘Kedonyan’

Sore itu, kata-kata beliau tentang cinta dunia cukup mengusik pikiran saya. Bagaimana seseorang bisa dianggap termasuk sebagai orang yang kedonyan? Jangan-jangan selama ini kita semua termasuk golongan orang yang terlalu mencintai dunia.

Seolah menjawab pertanyaan saya, Ustaz Aris menambahkan jika kita sebenarnya boleh-boleh saja cinta barang dunia, namun jangan sampai kemantil. Maka jelas, tolok ukur kedonyan adalah kemantil barang dunia.

Baca Juga

Kemantil dalam kamus Bahasa Jawa diartikan dengan 1) selalu bergantung, 2) sangat mencintai kepada sesuatu (Kamus Bausastra Jawa v1.1). Manusia yang kemantil barang dunia berarti orang yang selalu bergantung dan sangat mencintai dunia.

Selalu bergantung, bisa diartikan dengan tidak bisa hidup tanpa dunia (harta benda). Hatinya tidak puas sehingga terus menerus mengejar dunia tanpa memperhatikan kebutuhan akhirat.

Setelah terus mengumpulkan barang-barang dunia, ia menjadi sangat cinta padanya. Begitu kiranya pernyataan kemantil barang dunia bisa dijelaskan.

Ustaz Aris memberi contoh sederhana, saat kita bekerja keras dan mendapatkan upah sehingga dapat membeli barang yang kita butuhkan.

Anggaplah mobil. Kita amat yakin mobil itu merupakan murni hasil kerja keras kita sendiri. Muncullah rasa memiliki pada mobil itu. Kepemilikan inilah perasaan yang harus dihindari. Karena sesungguhnya, kepemilikan mobil serta barang dunia lainnya bersifat titipan Allah SWT.

Baca Juga Puasa Ramadhan Mengajarkan Arti Tolong Menolong terhadap Sesama

Harta Adalah Titipan

 Seperti hukum asal barang titipan, orang yang mendapat amanah barang titipan itu harus menjaganya hingga sang pemilik mengambil kembali. Merupakan kesalahan jika orang yang mendapat titipan menganggap barang itu sebagai miliknya. Ia akan lalai dan tidak bertanggungjawab.

Pada kasus mobil di atas, bisa saja mobil itu digunakan untuk hal-hal buruk, seperti mencelakai orang lain, mengganggu ketentraman masyarakat, sombong,  riya’ dan lainnya.

Rasa cinta dan kepemilikan pada barang dunia membuat seseorang menjadi tidak rela jika Allah memberi ujian dengan mengambil barang-barang itu. Ketidakrelaan itu menimbulkan keburukan lainnya, seperti suudzon pada ketetapan-Nya, stress, menurunkan ghirrah keimanan dan lain sebagainya. Naudzubillah, semoga kita semua bukan termasuk golongan itu.

Ceramah sore itu terasa nyes di hati saya, karena dua hal. Pertama, sebagai anak pertama perempuan yang terkadang membantu finansial keluarga, sering terobsesi mencari penghasilan sebanyak-banyaknya.

Kedua, melihat realita masyarakat urban saat ini semua hal dihitung berdasarkan materi. Contoh; umur 25 harus punya mobil mewah, umur 27 punya rumah sendiri, umur 30 punya tabungan 100 juta.

Baca Juga

Cara Mengurangi ‘Kedonyan’

Pada penghujung ngaji, Ustaz Aris menambahkan cara untuk menghilangkan sifat kemantil pada barang dunia. Apabila mengejar dunia atau harta, ingatlah masih ada hari esok sehingga kita tidak kemantil.

Sedangkan untuk urusan agama dan akhirat, anggaplah tidak ada hari esok agar kita tidak menunda-nunda kebaikan. Kata-kata yang seringkali kita dengar, namun sering lupa kita amalkan.

Bulan Ramadan menjadi momen mengambil jeda pada hal-hal duniawi. Kita dapat mengoptimalkan ibadah kepada Allah SWT dan mengevaluasi perlakuan kita selama ini. Menyimak pengajian, mengamalkan pengetahuan dengan benar dan berikhtiar untuk selalu belajar, bisa menjadi hal yang dapat dilakukan selama Ramadan.

Selain itu, hikmah puasa Ramadan sudah banyak kita ketahui. Salah satunya, adalah mereduksi sifat kedonyan. Mengapa demikian? Karena puasa berarti menahan diri dari hal-hal buruk.

Ramadan ini menjadi rem agar tidak selalu mengejar dunia seperti pada 11 bulan sebelumnya. Hendaknya pembelajaran selama Ramadan senantiasa kita ingat sampai bertemu Ramadan selanjutnya. Seperti halnya pengajian Ustaz Aris tentang kedonyan di atas, dapat menjadi pembelajaran yang kita ingat dan amalkan dalam laku sehari-hari.

Demikian. Wallahu A’lam.

Profil Penulis
Rifdah Awaliyah Zuhroh
Rifdah Awaliyah Zuhroh
Penulis Tsaqafah.id
Alumnus prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Penulis bisa dikunjungi, dipantau dan disapa lewat akun instagram @rifdah.reads.books

2 Artikel

SELENGKAPNYA