Two Distant Strangers dan Bagaimana Saya Malah Mengingat Kematian

Two Distant Strangers dan Bagaimana Saya Malah Mengingat Kematian

13 Agustus 2021
480 dilihat
2 menits, 22 detik

Tsaqafah.id – Sebagai penyuka film yang kurang betah berlama-lama duduk anteng, film pendek seringkali jadi pilihan hiburan saya.

Two Distant Strangers (2021) salah satunya. Film pendek yang saya temukan di Netflix ini berhasil menarik minat sebab durasinya yang hanya sekitar setengah jam. Terlebih, ada keterangan bahwa film ini mendapatkan penghargaan Oscar untuk kategori Best Live Action Short Film.

Berlatar di New York, film Two Distant Strangers ditulis tak lama setelah kasus pembunuhan George Floyd terjadi pada Mei 2020 yang lalu. Film ini secara blak-blakan menyindir kasus tersebut lewat dialognya.

Film yang disutradarai oleh Martin Desmond Roe dan Trevon Free (yang sekaligus sebagai penulis naskah) menceritakan Carter James, seorang pemuda kulit hitam yang terjebak dalam situasi aneh dimana ia seakan-akan terjebak di satu putaran waktu. Time loop. Buruknya, kejadian ini selalu mengarahkan pada kematian dirinya sendiri yang disebabkan oleh Petugas Merk, seorang polisi kulit putih.

Dimulai dari pagi pertama ketika Carter terbangun di rumah Perri, wanita yang baru semalam ia temui. Carter menolak ditawari sarapan dan ingin segera pulang untuk menemui anjing peliharaannya. Keluar dari apartemen Perri, Carter menyalakan rokok dan tanpa sengaja menyenggol seorang pria yang lewat. Keributan kecil memicu Petugas Merk datang mendekati Carter. Selanjutnya, Petugas Merk menuduh bahwa rokok yang dibawa Carter adalah ganja dan menuduh bahwa uang yang Carter bawa adalah hasil penjualan narkotika itu. Meski Carter sudah membela diri dengan menjelaskan bahwa ia adalah kartunis, penulis komik yang karyanya sedang naik daun, Petugas Merk tetap memaksa menggeledah tas milik Carter. Perkelahian terjadi, Carter tewas kehabisan nafas sebab diinjak dan dicekik.

Baca Juga: Belajar Ekologi sampai Ekofeminisme Lewat Film Animasi Ghibli “Princess Mononoke”

Kematian Carter nyatanya bukan kematian sebetulnya. Ia terbangun lagi, dan mengalami urutan kejadian yang sama. Carter berusaha menghindari kematiannya, ia lebih berhati-hati ketika berjalan, berusaha mengajak bicara Petugas Merk dengan baik, dan hal-hal lain yang ia harapkan dapat menghindarkan dirinya dari kematian. Sampai 99 kali mimpi tersebut terjadi, Carter tetap terbunuh bahkan ketika ia tidak melakukan kesalahan apapun.

Film ini secara jelas menceritakan kondisi menyeramkan yang dialami masyarakat di Amerika sebab rasisme yang terjadi.

Dzikrul Maut yang tak harus di maqbaroh

Selain fokus pada mirisnya masalah rasisme yang diangkat dan sebetulnya masih terjadi bahkan di dekat kita, saya malah terpikirkan hal lain. Kematian.

Usaha Carter yang berkali-kali ingin menghindari kematian selalu gagal. Cerita ini mengingatkan saya pada ayat-ayat yang menegaskan bahwa kematian adalah takdir yang tak bisa dipercepat maupun dihindari. Kepastian yang sejak lahir sudah kita miliki.

Di usahanya yang ke 99, Carter bahkan berani menyampaikan pada Petugas Merk bahwa ibunya akan menelpon sekitar 5 menit sebelum Petugas Merk membunuhnya. Dengan begitu, Carter berharap Petugas Merk akan membantunya keluar dari time loop dan kematian yang ia alami. Percobaan ini tetap gagal dan Carter tetap tewas.

Baca Juga: Refleksi Ihwal Beragama Sehari-hari dari film Tanda Tanya (?)

Di ujung cerita, diceritakan Carter tetap mempersiapkan diri dan bertekad untuk pulang.

Pikiran ini juga mengingatkan saya pada pembahasan semasa saya masih belajar di Madrasah Aliyah dan mengkaji kitab Balaghah Wadihah.

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa penegasan kalimat dalam Q.S al-Mu’minun ayat 50 bukan disebabkan mukhotob ayat tersebut mengingkari kematian. Namun, kelalaian dan tidak adanya persiapan (dengan melakukan amal-amal sholih) untuk menghadapi kematian lah yang dianggap sebagai tanda-tanda pengingkaran. Na’udzubillah.

Tentang kematian, satu kepastian dalam hidup ini, sudahkah saya mempersiapkannya? 

Profil Penulis
Taqiyya Banafsaj Rahman
Taqiyya Banafsaj Rahman
Penulis Tsaqafah.id
Alumni MA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta

1 Artikel

SELENGKAPNYA