Tsaqafah.id – Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk upacara keagamaan, pembacaan naskah-naskah pujian, maupun kisah hidup Nabi, telah lama menjadi bagian dari tradisi umat Islam.
Meski demikian, praktik ini tidak lepas dari kontroversi di kalangan kaum Muslim sendiri. Ada yang berpendapat bahwa Maulid adalah bid’ah (sesuatu yang tidak dilakukan pada zaman Rasulullah), sementara yang lain meyakini bahwa peringatan ini merupakan wujud kecintaan kepada Nabi yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Tulisan ini akan membahas mengapa peringatan Maulid Nabi penting bagi umat Islam, serta bagaimana ulama dari rumpun madzahib al-arba’ah memberikan pandangan mereka tentang praktik ini.
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan pencerahan baik kepada mereka yang mendukung maupun yang menolak peringatan Maulid.
Baca Juga Maulid Nabi Saw (3): Kitab, Naskah Maulid Nabi yang Populer: Latar Belakang dan Penyebarannya
Kecintaan kepada Rasulullah Sebagai Pilar Keimanan
Dalam ajaran Islam, kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw adalah salah satu pilar keimanan. Hal ini ditegaskan dalam banyak hadis, di antaranya adalah sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
“لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ”
“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintai olehnya daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari No. 15)
Dalam peringatan Maulid, umat Islam tidak hanya mengenang kelahiran Rasulullah Saw, tetapi juga mengekspresikan kecintaan dan rasa syukur atas keberadaan Nabi sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Pembacaan naskah-naskah seperti Maulid al-Barzanji, Ad-Diba’i, dan Simtudduror memberikan ruang bagi umat untuk lebih mengenal dan mencintai Nabi Muhammad Saw.
Dalil dari Ulama Madzhab tentang Peringatan Maulid
1. Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i dikenal sebagai mazhab yang paling kuat dalam mendukung peringatan Maulid. Salah satu ulama besar dari mazhab ini, Imam Jalaluddin As-Suyuthi, menyatakan bahwa peringatan Maulid adalah bentuk syukur kepada Allah dan kecintaan kepada Rasulullah Saw. Beliau menulis dalam Al-Hawi lil Fatawa:
“إِنَّ اِتِّخَاذَ النَّاسِ لِمَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْسِمًا يَفْعَلُونَ فِيهِ مَا ذَكَرْت لَهُ أَصْلٌ عَظِيمٌ وَفِيهِ أَجْرٌ عَظِيمٌ”
“Menjadikan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai suatu perayaan dan momentum untuk melakukan hal-hal yang baik adalah tindakan yang memiliki landasan kuat dan pahala besar.” (Al-Hawi lil Fatawa, Jilid 1, Halaman 251)
Dalam kutipan ini, Imam As-Suyuthi jelas menyatakan bahwa merayakan Maulid bukanlah bid’ah yang tercela, melainkan sebuah amal yang dianjurkan dan membawa pahala besar.
Baca Juga Maulid Nabi Saw (2): Dari Tradisi Kerajaan hingga Syiar Masyarakat Indonesia
2. Mazhab Hanafi
Dalam Mazhab Hanafi, salah satu ulama besar, Ibnu Abidin, memberikan pandangannya tentang Maulid. Beliau menjelaskan bahwa selama perayaan ini diisi dengan kegiatan yang tidak bertentangan dengan syariat, maka hal itu diperbolehkan dan dianjurkan. Dalam karyanya Radd al-Muhtar, beliau menulis:
“وَالْعِبْرَةُ بِالْمَقَاصِدِ وَالنِّيَّاتِ فَإِذَا كَانَ قَصْدُهُ التَّقَرُّبُ إلَى اللَّهِ بِإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالْحُبِّ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ حَسَنٌ وَمُسْتَحَبٌّ”
“Inti dari semua amalan adalah niat. Jika tujuan seseorang dalam merayakan Maulid adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menunjukkan kegembiraan dan cinta kepada Nabi Muhammad Saw, maka hal itu baik dan dianjurkan.” (Radd al-Muhtar, Jilid 5, Halaman 226)
Dalam pandangan Ibnu Abidin, pentingnya niat dalam merayakan Maulid menjadi kunci utama, di mana jika niatnya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menunjukkan kecintaan kepada Nabi, maka perayaan tersebut termasuk amalan yang baik.
3. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki juga memberikan dukungan terhadap peringatan Maulid, meskipun dengan batasan tertentu. Imam Qadhi Iyadh, ulama besar dari Mazhab Maliki, dalam kitabnya Asy-Syifa menyebutkan bahwa kegembiraan atas kelahiran Rasulullah adalah bagian dari kecintaan kepada beliau:
“مِنْ عَظِيمِ الفَرَحِ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكَثُّرُ الْأَعْمَال الصَّالِحَة وَالتَّعَبُّد بِهَذِهِ الذِّكْرَى الْمُبَارَكَةِ”
“Bentuk kegembiraan yang besar atas kelahiran Nabi Muhammad Saw adalah dengan memperbanyak amal saleh dan ibadah pada momen peringatan yang penuh berkah ini.” (Asy-Syifa, Jilid 2, Halaman 52)
Baca Juga Maulid Nabi Saw (1): Awal Tradisi, Pionir, Seremoni, dan Perspektif Para Pakar
4. Mazhab Hanbali
Meski Mazhab Hanbali dikenal sebagai mazhab yang lebih ketat dalam urusan bid’ah, beberapa ulama Hanbali seperti Ibnu Rajab Al-Hanbali menganggap bahwa peringatan Maulid bisa termasuk dalam hal yang baik selama tidak diisi dengan hal-hal yang melanggar syariat. Beliau menulis dalam Lathaif al-Ma’arif:
“إِظْهَارُ الْفَرَحِ وَالْبِشْرِ فِي مِيلَادِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَابِ الشُّكْرِ عَلَى نِعْمَةِ اللَّهِ الَّتِي أَنْعَمَ عَلَى النَّاسِ”
“Mengungkapkan kegembiraan pada hari kelahiran Nabi Muhammad Saw adalah bentuk syukur atas nikmat Allah yang diberikan kepada manusia melalui kelahiran beliau.” (Lathaif al-Ma’arif, Halaman 32)
Menjawab Tuduhan Bid’ah
Bagi mereka yang menolak peringatan Maulid dengan alasan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak pernah merayakan hari kelahirannya, para ulama menjelaskan bahwa tidak semua perkara baru dalam agama (bid’ah) otomatis haram atau sesat.
Imam An-Nawawi, ulama besar dari Mazhab Syafi’i, memberikan klasifikasi bid’ah menjadi dua, yakni bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) dan bid’ah sayyiah (bid’ah yang buruk). Beliau menulis dalam Al-Majmu’:
“مَا كَانَ مِنَ الْبِدَعِ مُخَالِفًا لِقَوَاعِدِ الشَّرْعِ فَهُوَ بِدْعَةٌ سَيِّئَةٌ وَمَا كَانَ مِنَ الْبِدَعِ مُوافِقًا لِلشَّرْعِ فَهُوَ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ”
“Apa pun yang baru dalam agama dan bertentangan dengan syariat adalah bid’ah yang buruk, namun apa yang baru dan selaras dengan prinsip syariat adalah bid’ah hasanah.” (Al-Majmu’, Jilid 1, Halaman 52)
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa selama peringatan Maulid tidak melanggar syariat dan memiliki niat yang baik, maka hal tersebut adalah amalan yang baik dan bisa dikategorikan sebagai bid’ah hasanah.
Baca Juga Haruskah Hadir di Majelis Maulid untuk Memperingati Maulid Nabi?
Mengapa Maulid Penting?
Ala kulli hal, peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga memiliki akar spiritual dan sosial yang dalam. Sebagai bentuk ekspresi cinta kepada Nabi, ia mengajarkan umat Islam untuk meneladani akhlak Rasulullah dan mempererat persatuan di tengah umat.
Pandangan ulama-ulama besar dari berbagai mazhab memberikan landasan yang kuat bahwa perayaan Maulid adalah amalan yang baik dan dianjurkan, selama dilakukan dengan niat yang benar. Tidak ada dalil untuk menolak ekspresi cinta kepada Nabi Saw.