Tsaqafah.id – Zakat fitrah memiliki ketentuan waktu tertentu yang menjadi dasar dalam menentukan siapa yang wajib menunaikannya. Terdapat dua waktu penting dalam zakat fitrah, yaitu waktu wajib (وقت الوجوب) dan waktu kebolehan (وقت الجواز).
Pertama, waktu wajib (وقت الوجوب) adalah waktu di mana zakat fitrah menjadi kewajiban bagi seseorang. Para ulama sepakat bahwa waktu wajibnya zakat fitrah adalah ketika matahari terbenam pada hari terakhir bulan Ramadan, yaitu malam Idul Fitri. Artinya, setiap Muslim yang masih hidup saat maghrib tiba pada malam Idul Fitri wajib mengeluarkan zakat fitrah. Jika seseorang meninggal sebelum maghrib, maka zakat fitrah tidak wajib baginya.
Kedua, waktu kebolehan (وقت الجواز) adalah waktu di mana zakat fitrah sudah boleh dibayarkan sebelum masuknya waktu wajib. Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat fitrah boleh dikeluarkan sejak awal Ramadan, sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa waktu kebolehannya dimulai dari pertengahan Ramadan. Dengan adanya perbedaan ini, umat Islam dianjurkan untuk menunaikan zakat fitrah sesuai dengan pendapat yang diyakininya, namun tetap mengutamakan agar zakat tersebut sampai kepada penerimanya sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri.
Baca Juga: Dua Cara Al-Qur’an Merespon Praktik Poligami
Salah satu kasus yang sering dibahas dalam fikih adalah tentang bayi yang lahir setelah maghrib di malam Idul Fitri. Dalam hal ini, mayoritas ulama berpendapat bahwa bayi tersebut tidak wajib dizakati, karena ia tidak sempat mengalami waktu wajib zakat fitrah, yaitu saat terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadhan. Pendapat ini ditegaskan oleh para ulama besar dalam kitab-kitab fikih mereka.
وَأَمَّا وَقْتُ وُجُوبِهَا فَهُوَ وَقْتُ غُرُوبِ الشَّمْسِ مِنْ آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَمَنْ كَانَ حَيًّا فِي هَذَا الْوَقْتِ وُجِبَتْ فِطْرَتُهُ وَمَنْ مَاتَ قَبْلَهُ فَلَا فِطْرَةَ عَلَيْهِ وَإِنْ وُلِدَ بَعْدَهُ لَمْ تَجِبْ عَلَيْهِ
Artinya: “Adapun waktu wajibnya zakat fitrah adalah ketika matahari terbenam pada hari terakhir bulan Ramadan. Barang siapa yang hidup pada waktu ini, maka wajib dikeluarkan zakat fitrahnya. Dan barang siapa yang meninggal sebelum waktu ini, maka tidak ada kewajiban zakat fitrah baginya. Jika seseorang dilahirkan setelah waktu ini, maka tidak wajib baginya zakat fitrah”. (Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’. Juz 6, Hlm 126).
Baca Juga: Puasa dan Kesejahteraan Sosial: Sebuah Refleksi dari Faedah Puasa dalam Kitab Maqasid al-Siyam
Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni . Juz:2. Hlm:357.
وَإِنْ وُلِدَ بَعْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ، لَمْ تَجِبْ عَلَيْهِ الْفِطْرَةُ، لِأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي وَقْتِ وُجُوبِهَا، وَإِنْ مَاتَ قَبْلَ غُرُوبِهَا، لَمْ تَجِبْ عَلَيْهِ، لِأَنَّهُ لَمْ يُدْرِكْ وَقْتَ الوجُوبِ
Artinya: “Jika seseorang lahir setelah terbenamnya matahari, maka tidak wajib atasnya zakat fitrah, karena dia belum ada pada waktu wajibnya zakat fitrah. Jika seseorang meninggal sebelum matahari terbenam, maka tidak wajib zakat fitrah baginya, karena dia tidak menemui waktu wajibnya”.
Baca Juga: Kabur Aja Dulu, Apakah Lunturnya Nasionalisme? Begini Kata Al-Qur’an
Dari kedua pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa zakat fitrah hanya diwajibkan bagi mereka yang telah hidup saat maghrib tiba di malam Idul Fitri. Oleh karena itu, bayi yang lahir setelah maghrib tidak memiliki kewajiban zakat fitrah, karena ia belum mengalami waktu wajib zakat tersebut.