Benarkah Nasionalisme Tidak Ada Dalilnya?

Benarkah Nasionalisme Tidak Ada Dalilnya?

24 Agustus 2023
215 dilihat
4 menits, 6 detik

Tsaqafah.id – Nasionalisme memiliki akar kata nation yang berarti kebangsaan. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nasionalisme diartikan dengan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan sebuah bangsa, atau juga dibahasakan dengan semangat kebangsaan.

Cinta tanah air merupakan salah satu wujud dari nasionalisme yang paling fundamental dalam merawat, menjaga, mempertahankan bangsa dan negara. Dalam mencintai tanah air, seringkali di ibaratkan sebagai kecintaan terhadap diri sendiri dan jiwanya. Cinta tanah air adalah fitrah dan naluri bagi setiap insan dengan tanpa mengenal adanya perbedaan suku, golongan, agama dan hal-hal yang bersifat primordial.

Sayangnya akhir-akhir ini banyak kelompok yang tidak setuju dengan ide nasionalisme. Mereka menentang, bahwa tidak terdapat dalil nasionalisme serta tuntunannya dalam sumber primer agama yakni Al-Qur’an dan Hadis bahkan melabeli nasionalisme sebagai anak kandung sistem demokrasi Barat yang cenderung anti agama (sekuler) dan tidak diajarkan dalam Islam.

Benarkah demikian? Tulisan ini akan mengurai konsep nasionalisme dan argumentasinya dalam teks otoritatif Al-Qur’an serta Hadis Nabi Saw. berikut interpretasi ulama yang menunjukkan terhadap begitu pentingnya paham nasionalisme ataupun kecintaan terhadap tanah air.

Baca Juga

Pertama, dalam Q.S. Al-Qashash Ayat 85 Allah Swt. berfirman:

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ

Artinya: “Sesungguhnya Allah yang mewajibkan kepadamu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Quran, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali (Makkah).” (Q.S. Al-Qashash: 85)

Menurut pandangan Syekh Isma’il Haqqi Al-Khalwati (wafat 1127 H) dalam Tafsir Ruh al-Bayan, pada ayat itu terdapat isyarat bahwa cinta tanah air merupakan bagian dari iman:

وَفِيْ تَفْسِيْرِ الْآيَةِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّ حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الْإِيْمَانِ وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ الْسَّلاَمْ يَقُوْلُ كَثِيْراً الْوَطَنُ الْوَطَنُ فَحَقِّقْ اللهَ سُؤَلَهُ وَيُقَالُ : الْإِبِلُ تَحِنُّ إَلَى أَوْطَانِهَا وَإِنْ كَانَ عَهْدُهَا بَعِيْداً وَالْطَّيْرُ إِلَى وَكْرِهِ وَإِنْ كَانَ مَوْضِعُهُ مُجْدِباً وَالْإِنْسَانُ إِلَى وَطَنِهِ وَإِنْ كَانَ غَيْرُهُ أَكْثَرَ لَهُ نَفْعاً

“Dalam tafsir ayat ini terdapat isyarat bahwa sesunggunya cinta tanah air merupakan sebagian daripada iman, Rasulullah Saw. kerap berkata: Tanah air, tanah air. (merindukan tanah airnya) lantas Allah mengabulkan keinginannya tersebut dan berkata: Unta akan merindukan terhadap tempat asalnya meski jarak yang ditempuhnya telah jauh, begitupula burung akan merindukan sarangnya meski tandus, dan manusia akan merindukan tanah airnya meski selainnya itu lebih banyak manfaatnya.”

Nabi Muhammad Saw. tetap mencintai tanah kelahirannya yakni Makkah bahkan setelah beliau berdomisili di Madinah. Meski begitu, beliau juga tetap menunjukkan kecintaannya terhadap Madinah. Hal ini sebagaimana redaksi yang tertera dalam Sahih Al-Bukhari:

كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدْرَانِ المَدِيْنَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِهَا

Artinya: “Ketika Rasulullah Saw. pulang dari bepergian dan melihat dinding kota Madinah, beliau mempercepat laju untanya, dan bila mengendarai tunggangan (seperti kuda), maka beliau gerak-gerakkan karena cintanya pada Madinah.” (H.R. Al-Bukhari)

Baca Juga Al-Qur’an Karangan Nabi Muhammad? Komentar terhadap Pemikiran Panji Gumilang

Pakar hadis terkemuka Syekh Al-Hafiz Ibn Hajar Al-Asqalani (wafat 852 H) mengungkapkan bahwa dalam hadis itu terdapat petunjuk atas keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencintai tanah air serta merindukannya.

Makkah bagi Rasulullah Saw. adalah tanah di mana beliau dilahirkan, sedangkan Madinah merupakan tanah dimana dakwah yang dilakukannya mendapatkan dukungan penuh dari penduduknya. Sehingga kecintaan beliau kepada keduanya berada pada porsi yang alami dan ideal. Kecintaan beliau pada Madinah tidak sedikitpun mengurangi kecintaan beliau pada Makkah dan begitu pula sebaliknya. Dalam redaksi hadis lain diungkapkan:

وَاللهِ إِنَّكِ لَأَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَيَّ وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمَكِ أَخْرَجُوْنِيْ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ

Artinya: “Demi Allah, engkau (Makah) adalah negeri yang paling aku cintai, jika saja pendudukmu tidak mengusirku, niscaya aku tidak akan pergi meningalkanmu.” (H.R. Turmudzi)

Kedua, dalam Q.S. Al-Baqarah Ayat 126 Allah Swt. berfirman:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هذَا بَلَداً آمنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Wahai Tuhanku, Jadikan negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.(Q.S. Al-Baqarah: 126)

Baca Juga Jilboobs Makan Es Krim: Membaca Penistaan Agama Menurut Mufasir di Era Media Sosial

Mufasir kontemporer Imam Ibn ‘Asyur (wafat 1393 H) dalam kitabnya menjelaskan bahwa do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim As. Juga diucapkan oleh para Nabi bagi negaranya masing-masing. Mereka sama-sama turut mendo’akan agar di negaranya terwujud keadilan dan kesejahteraan:

وَلَقَدْ كَانَتْ دَعْوَةُ إِبْرَاهِيْمَ هَذِهِ مِنْ جَوَامِعِ كَلِمِ الْنُّبُوَّةِ فَإِنَّ أَمْنَ الْبِلَادِ وَالْسُّبُلِ يَسْتَتْبِعُ جَمِيْعَ خِصَالِ سَعَادَةِ الْحَيَاةِ وَيَقْتَضِيْ الْعَدْلَ وَالْعِزَّةَ وَالْرَّخَاءَ إِذْ لاَ أَمْنَ بِدُوْنِهَا

Do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ini sejatinya juga dipanjatkan oleh seluruh Nabi untuk negaranya masing-masing, karena keamanan suatu negara dan jalan dapat menimbulkan seluruh kebahagiaan hidup dan menuntut perilaku adil, mulia dan lapang dada. Sebab takkan ada keamanan tanpa hal-hal tersebut.”

Demikian, Nabi Ibrahim As. terlebih dahulu memintakan kedamaian negeri baginya sebelum meminta nikmat-nikmat yang lainnya. Menurut penafsiran Imam Fakhruddin Ar-Razi (wafat 606 H) hal itu menunjukkan bahwa kedamaian merupakan nikmat Allah Swt. yang paling besar dan kemaslahatan dunia akhirat tidak dapat tercapai tanpanya.

Ketiga, dalam Q.S. An-Nisa Ayat 66 Allah Swt. berfirman:

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلاَّ قَلِيلٌ مِنْهُمْ

Artinya: “Sesungguhnya seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik) agar membunuh diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu. Niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka.” (Q.S. An-Nisa: 66)

Baca Juga

Penulis kitab Tafsir Al-Wasith, Syekh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili (wafat 2015 M) menyatakan bahwa ayat ini menunjukkan terhadap betapa kuatnya keterkaitan hati manusia dengan tanah kelahirannya, hal ini dibuktikan dengan kehilangan atau keluar tanah air di setarakan dalam segi berat dan kesulitannya dengan kehilangan nyawa manusia:

وَفِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى: أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيارِكُمْ إِشَارَةٌ صَرِيْحَةٌ إِلَى تَعَلُّقِ الْنُّفُوْسِ الْبَشَرِيَّةِ بِبِلاَدِهَا، وَإِلَى أَنَّ حُبُّ الْوَطَنِ مُتَمَكِنٌ فِيْ الْنُّفُوْسِ وَمُتَعَلِّقَةٌ بِهِ، لِأَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ جَعَلَ الْخُرُوْجَ مِنَ الْدِّيَارِ وَالْأَوْطَانِ مُعَادِلاً وَمُقَارَنًا قَتْلَ الْنَّفْسِ، فَكُلاَ الْأمْرَيْنِ عَزِيْزٌ

Dalam firman Allah Swt. yang berbunyi: Keluarlah dari kampung halaman kamu. Terdapat petunjuk terang terhadap terikatnya hati manusia dengan tanah airnya, dan juga menunjukkan bahwa cinta tanah air itu terjadi pada setiap individu dan berkaitan erat dengannya, karenanya Allah Swt. menjadikan keluar kampung halaman dan tanah air setara dengan hilangnya nyawa. Sebab dua hal ini merupakan perkara yang besar.”

Beberapa ayat dan hadis diatas memberikan petunjuk tentang begitu pentingnya nasionalime dan cinta tanah air. Selain ayat-ayat tersebut bila ditelisik lebih lanjut, sebetulnya masih banyak ayat maupun hadis lainnya yang memberikan petunjuk senada.

Kesimpulan dari keterangan argumentasi qur’ani berikut interpretasi ulama yang telah disampaikan di muka, bahwa sesungguhnya nasionalisme tidaklah bertentangan dengan Islam, sebab cinta tanah air merupakan fitrah lahiriyah bagi setiap individu, dan hal tersebut memiliki keterkaitan langsung antara agama dan iman. Yang mana agama telah mengajarkan kepada umat manusia untuk mencintai negara dimana ia dilahirkan dan dibesarkan.

Profil Penulis
A Zaeini Misbaahuddin Asyuari
A Zaeini Misbaahuddin Asyuari
Penulis Tsaqafah.id

1 Artikel

SELENGKAPNYA