Hati Suhita (2023), Representrasi Ketangguhan Perempuan Pesantren

Hati Suhita (2023), Representrasi Ketangguhan Perempuan Pesantren

22 Mei 2023
386 dilihat
3 menits, 4 detik

Tsaqafah.id – Novel “Hati Suhita” menjadi satu dari banyaknya karya santri pondok pesantren yang membludak peminatnya bahkan sampai kalangan umum.

Novel karya Ning Khilma Anis ini kemudian diangkat menjadi sebuah film dengan judul yang sama dan sedang menggelar gala premiere-nya di berbagai kota di Indonesia. Tiketnya banyak diserbu sampai ada penambahan di beberapa kota yang langsung sold-out dalam hitungan jam.

Lalu apa yang menjadikan film ini begitu menarik untuk ditonton?

Film Hati Suhita merepresentasikan kehidupan pondok pesantren yang cukup kompleks. Digambarakan dunia pesantren yang penuh dengan citra belajar sorogan dan bandongan lengkap dengan ngaji Qur’an secara musyafahah.

Pondok pesantren al-Anwar dalam film tersebut juga menampilkan sebuah pesantren yang cukup menaruh atensi terhadap perkembangan teknologi selaras dengan semboyan para ulama NU “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bii jadidil aslah”.

Baca Juga Perempuan Berkalung Sorban (2009): Menilik Kembali Perempuan di Ranah Pesantren

Antara Cinta dan Kepatuhan

Selain dengan dunia pesantrennya, diungkap juga salah satu tradisi dalam dunia pesantren mengenai perjodohan yang menjadi problem pelik.

Gus Birru yang merupakan putra tunggal kiai Pesantren al-Anwar yang kemudian dijodohkan dengan Alina Suhita yang juga seorang Ning dari kawan abahnya. Perjodohan ini telah digadang-gadang oleh kedua orang tuanya dari Alina pertama kali mondok di pesantrennya Gus Birru.

Seorang Gus Birru yang bukan hanya sebatas putra Kiai namun juga seorang aktivis pergerakan di kampusnya, dalam hati kecilnya menolak perjodohan itu karena sudah memiliki dambaan hati bernama Rengganis. Perempuan yang ia anggap begitu sempurna dalam kacamatanya, sosok yang dianggapnya sebagai perempuan intelektual, modis, dan berwawasan.

Baca Juga Meleburkan Sekat Identitas, Menyelami Jalan Panjang Menjadi Manusia

Rasanya dengan Rengganis, ia akan mudah menyelaraskan visi misi kehidupannya. Apalah daya, Tidak ada upaya yang bisa dilakukan Gus Birru selain sendiko dhawuh atas permintaan orang tuanya sehingga ia mau menikahi Alina Suhita dengan terpaksa.

Cinta segitiga kemudian terbentuk setelah adanya pernikahan ini. Rengganis sebagai sosok perempuan berintelektual, mandiri, dan multitalenta tidak sedikitpun menampakkan sikap antagonis sehingga memiliki niatan untuk merebut Gus Birru.

Ia justru tampil menjadi sosok perempuan baik yang mengikhlaskan pujaan hatinya jatuh pada orang lain meskipun air matanya sering mengalir ke lesung pipinya.

Lalu bagaimana dengan Alina?

Sosok baru yang juga tidak kalah sabarnya menghadapi kenyataan harus menikah dengan lelaki yang tidak mencintainya. Ia bahkan dengan telaten dan sabar melayani Gus Birru dengan sepenuh hati namun usahanya selalu sia-sia. Ternyata Rengganis bersemayam di singgasana hati Gus Birru dengan kuat, ia tidak mampu menaklukkan tembok besar itu.

Baca Juga Two Distant Strangers dan Bagaimana Saya Malah Mengingat Kematian

Perfoma Kepemimpinan Perempuan

Setelah pernikahan berlangsung beberapa bulan, diangkatlah Alina sebagai pemimpin pondok pesantren menggantikan ayah Gus Birru. Kepemimpinan yang seharusnya diemban oleh putra semata wayangnya ia serahkan kepada menantu yang dianggap lebih mumpuni dalam mengelola pondok pesantren.

Terlihat jelas, pengungkapan Alina sebagai pimpinan pondok menampik bias gender yang ada di Indonesia khsususnya kalangan Pesantren.

Di bawah kepemimpinan Alina, pondok pesantren lebih progresif dan terbuka akan hal-hal baru. Beberapa program baru dicanangkan bahkan dengan kepiawaiannya dalam berbicara, ia mampu membujuk ayah Gus Birru untuk bersedia mengangkat film dengan latar belakang Pondok Pesantren al-Anwar untuk agar masyarakat open minded terhadap dunia pesantren dan menjadikannya sebagai rujukan tempat belajar yang baik.

Kehebatan Alina dalam memimpin pondok pesantren diakui langsung oleh mertuanya dan segenap asaatidz-assatidzah bahkan murid-muridnya. Ketakjuban mereka juga dibenarkan oleh Rengganis, sesama perempuan yang juga memiliki value dalam memimpin, ia sangat kagum dengan Alina yang benar-benar sholehah, berwawasan, kreatif, humble, baik, dan juga penyabar.

Baca Juga Jomblo Ideologis: Dua Puluh Ulama yang Memilih Melajang Demi Ilmu

Keikhlasan dan Kesabaran

Aku rasa, semua tokoh utama dalam film Hati Suhita mengajarkan kita pada makna ikhlas yang sesungguhnya.

Rengganis mengajarkan kita tentang ikhlasnya melepaskan orang yang kita cintai yakni Gus Birru. Alina yang mengajarkan kita buah akan kesabaran yakni dicintai oleh Gus Birru dengan sepenuh hati. Gus Birru mengajarkan kita untuk belajar ikhlas akan keputusan orang tua dan kesabaran kita dalam menjalankannya sehingga ia temukan makna cinta sejati itu dalam pernikahannya.

Lalu, ada sosok satu lagi yang cukup mengusik hati akan perannya yakni Kang Dharma. Ia mencintai Alina dalam diam. Ia lakukan apapun demi kebaikan dan kebahagiaan Alina bahkan ia bertekad mewujudkan salah satu mimpinya ingin berziaroh ke Kudus bersama Gus Birru meskipun pada akhirnya ia harus menerima kenyataan karena tidak bisa mewujudkan mimpi itu karena akan terpenuhi bersama Gus Birru.

Profil Penulis
Aisyah
Aisyah
Penulis Tsaqafah.id
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1 Artikel

SELENGKAPNYA
403 Forbidden

403 Forbidden


openresty